All hands,
Dalam peperangan di Afghanistan dan Irak, UAV memainkan suatu peranan baru yang tidak pernah disaksikan sebelumnya. Selain sebagai wahana pengintai, UAV kini telah bertransformasi sebagai alat pembunuh yang ekonomis dan murah dibandingkan sistem senjata konvensional. Untuk di mandala Afghanistan dan Pakistan saja, sudah berapa dedengkot kelompok perlawanan anti Amerika Serikat dan Pakistan yang tewas karena dihantam oleh rudal yang diluncurkan oleh UAV. Dari situ bisa dipastikan bahwa dalam konflik-konflik di masa depan yang melibatkan negara-negara maju, UAV akan semakin mengambil peran dan secara langsung ataupun tidak langsung merebut lahan yang selama ini didominasi oleh pesawat tempur berawak.
Bertolak dari pelajaran di Afghanistan dan Irak, perlu diantisipasi penggunaan UAV bagi kepentingan konflik di laut. Singkatnya, sangat terbuka peluang bahwa untuk melumpuhkan kapal atas air lawan maka penggunaan UAV akan semakin diintensifkan. Artinya, ancaman terhadap pertahanan kapal perang akan bertambah satu lagi yaitu UAV.
Karena RCS-nya yang kecil, sulit untuk membedakan UAV dengan benda lainnya di langit dalam radar pengamatan kapal perang. Berbeda misalnya dengan pesawat tempur konvensional yang diawaki. Dengan kecilnya RCS, UAV mampu memberikan pendadakan terhadap kapal perang atas air yang menjadi sasarannya.
Untuk menghadapi ancaman demikian, salah satu alternatif yang harus dikembangkan adalah memperkuat sistem pertahanan anti rudal pada setiap kapal permukaan. Cara ini sepertinya yang paling efektif dan ekonomis menghadapi kemungkinan ancaman UAV. Ketika menyentuh soal ini, kini banyak Angkatan Laut yang tengah memperkuat sistem pertahanan anti rudal kapal atas airnya. Meskipun tidak dimunculkan secara spesifik soal ancaman UAV, namun sebenarnya hal itu tidak dikesampingkan sama sekali. Sebab UAV hanyalah salah satu wahana peluncurnya, sementara fokusnya adalah pada rudal yang diluncurkan.
Dalam peperangan di Afghanistan dan Irak, UAV memainkan suatu peranan baru yang tidak pernah disaksikan sebelumnya. Selain sebagai wahana pengintai, UAV kini telah bertransformasi sebagai alat pembunuh yang ekonomis dan murah dibandingkan sistem senjata konvensional. Untuk di mandala Afghanistan dan Pakistan saja, sudah berapa dedengkot kelompok perlawanan anti Amerika Serikat dan Pakistan yang tewas karena dihantam oleh rudal yang diluncurkan oleh UAV. Dari situ bisa dipastikan bahwa dalam konflik-konflik di masa depan yang melibatkan negara-negara maju, UAV akan semakin mengambil peran dan secara langsung ataupun tidak langsung merebut lahan yang selama ini didominasi oleh pesawat tempur berawak.
Bertolak dari pelajaran di Afghanistan dan Irak, perlu diantisipasi penggunaan UAV bagi kepentingan konflik di laut. Singkatnya, sangat terbuka peluang bahwa untuk melumpuhkan kapal atas air lawan maka penggunaan UAV akan semakin diintensifkan. Artinya, ancaman terhadap pertahanan kapal perang akan bertambah satu lagi yaitu UAV.
Karena RCS-nya yang kecil, sulit untuk membedakan UAV dengan benda lainnya di langit dalam radar pengamatan kapal perang. Berbeda misalnya dengan pesawat tempur konvensional yang diawaki. Dengan kecilnya RCS, UAV mampu memberikan pendadakan terhadap kapal perang atas air yang menjadi sasarannya.
Untuk menghadapi ancaman demikian, salah satu alternatif yang harus dikembangkan adalah memperkuat sistem pertahanan anti rudal pada setiap kapal permukaan. Cara ini sepertinya yang paling efektif dan ekonomis menghadapi kemungkinan ancaman UAV. Ketika menyentuh soal ini, kini banyak Angkatan Laut yang tengah memperkuat sistem pertahanan anti rudal kapal atas airnya. Meskipun tidak dimunculkan secara spesifik soal ancaman UAV, namun sebenarnya hal itu tidak dikesampingkan sama sekali. Sebab UAV hanyalah salah satu wahana peluncurnya, sementara fokusnya adalah pada rudal yang diluncurkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar