All hands,
Pasar senjata dunia sudah dikapling-kapling oleh negara-negara maju. Pembagian kapling itu didasarkan pada wilayah pengaruh masing-masing. Suatu negara pembuat senjata yang akan memasarkan produknya ke suatu negara di luar kaplingnya akan sulit dan membutuhkan waktu panjang, walaupun hal itu bukan kemustahilan. Sebagai contoh tidak perlu melihat jauh, cukup amati saja kawasan Asia Tenggara.
Sistem senjata di kawasan ini masih didominasi oleh Amerika Serikat. Upaya negara-negara lain untuk masuk dikapling ini sungguh tidak mudah dan melalui jalan berliku. Lihatlah upaya Prancis menjual fregat kelas Formidable kepada Singapura yang diimbangi Singapura dengan terus memperkuat kekuatan udaranya dengan sumber pasokan dari Amerika Serikat. Hal itu karena kawasan ini merupakan kapling Amerika Serikat.
Begitu pula dengan upaya Indonesia memperoleh sejumlah sistem persenjataan dari Rusia yang melewati lautan berombak dan penuh badai. Sebab kehadiran sistem senjata asal Moskow akan mengganggu keseimbangan di kawasan, di samping tentu saja masuknya sistem senjata dari negara non sekutu Washington. Perhatikan bahwa mayoritas kapal perang yang memperkuat Angkatan Laut di Asia Tenggara adalah buatan negara-negara sekutu Amerika Serikat, sementara pesawat tempurnya mayoritas masih didominasi oleh keluaran pabrik-pabrik milik Broer Sam.
Selain Negeri Om Putin, Negeri Om Mao pun mulai memperkuat kehadirannya di kapling Amerika Serikat. Kalau dulu Om Mao masih hadir dengan malu-malu di Thailand dan Birma alias Myanmar, sekarang Om Mao tidak malu-malu lagi untuk melebarkan jangkauan pasarnya ke negara Asia Tenggara lainnya. Dalam konteks Angkatan Laut, kehadiran produk senjata buatan Om Mao lebih banyak pada jenis senjata pemukul seperti rudal daripada kapal perang secara utuh. Bisa jadi hal itu disebabkan kualitas kapal perang buatan Om Mao masih setara dengan kualitas sepeda motornya, seperti yang dialami oleh Angkatan Laut Negeri Gajah Putih.
Indonesia penting untuk memahami soal pembagian kapling pasar senjata dunia ini. Sebab meskipun kemandirian industri pertahanan dalam negeri sudah dicanangkan, pasokan sistem senjata asing masih akan menjadi primadona pada kekuatan laut (dan udara). Kecuali bila kekuatan laut negeri ini disuruh untuk berpuasa belanja sistem senjata alias moratorium sampai industri dalam negeri bisa membuatnya sendiri yang entah kapan baru bisa terwujud.
Pasar senjata dunia sudah dikapling-kapling oleh negara-negara maju. Pembagian kapling itu didasarkan pada wilayah pengaruh masing-masing. Suatu negara pembuat senjata yang akan memasarkan produknya ke suatu negara di luar kaplingnya akan sulit dan membutuhkan waktu panjang, walaupun hal itu bukan kemustahilan. Sebagai contoh tidak perlu melihat jauh, cukup amati saja kawasan Asia Tenggara.
Sistem senjata di kawasan ini masih didominasi oleh Amerika Serikat. Upaya negara-negara lain untuk masuk dikapling ini sungguh tidak mudah dan melalui jalan berliku. Lihatlah upaya Prancis menjual fregat kelas Formidable kepada Singapura yang diimbangi Singapura dengan terus memperkuat kekuatan udaranya dengan sumber pasokan dari Amerika Serikat. Hal itu karena kawasan ini merupakan kapling Amerika Serikat.
Begitu pula dengan upaya Indonesia memperoleh sejumlah sistem persenjataan dari Rusia yang melewati lautan berombak dan penuh badai. Sebab kehadiran sistem senjata asal Moskow akan mengganggu keseimbangan di kawasan, di samping tentu saja masuknya sistem senjata dari negara non sekutu Washington. Perhatikan bahwa mayoritas kapal perang yang memperkuat Angkatan Laut di Asia Tenggara adalah buatan negara-negara sekutu Amerika Serikat, sementara pesawat tempurnya mayoritas masih didominasi oleh keluaran pabrik-pabrik milik Broer Sam.
Selain Negeri Om Putin, Negeri Om Mao pun mulai memperkuat kehadirannya di kapling Amerika Serikat. Kalau dulu Om Mao masih hadir dengan malu-malu di Thailand dan Birma alias Myanmar, sekarang Om Mao tidak malu-malu lagi untuk melebarkan jangkauan pasarnya ke negara Asia Tenggara lainnya. Dalam konteks Angkatan Laut, kehadiran produk senjata buatan Om Mao lebih banyak pada jenis senjata pemukul seperti rudal daripada kapal perang secara utuh. Bisa jadi hal itu disebabkan kualitas kapal perang buatan Om Mao masih setara dengan kualitas sepeda motornya, seperti yang dialami oleh Angkatan Laut Negeri Gajah Putih.
Indonesia penting untuk memahami soal pembagian kapling pasar senjata dunia ini. Sebab meskipun kemandirian industri pertahanan dalam negeri sudah dicanangkan, pasokan sistem senjata asing masih akan menjadi primadona pada kekuatan laut (dan udara). Kecuali bila kekuatan laut negeri ini disuruh untuk berpuasa belanja sistem senjata alias moratorium sampai industri dalam negeri bisa membuatnya sendiri yang entah kapan baru bisa terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar