All hands,
Pengawalan konvoi merupakan bisnis Angkatan Laut sepanjang masa. Setelah pengawalan konvoi besar-besaran digelar di perairan Teluk Persia semasa Perang Tanker di tahun 1987-1988, kini operasi serupa digelar di perairan Somalia dan sekitarnya. Kapal perang negara-negara NATO, Uni Eropa dan beberapa negara lain memberikan pengawalan konvoi terhadap kapal niaga yang melintas di perairan sekitar negara yang terus bergejolak sejak 1991 itu.
Kondisi itu secara tidak langsung memberikan pelajaran kepada Indonesia, dalam hal ini kekuatan lautnya. Pelajaran tersebut adalah perlu terus dipeliharanya kemampuan melaksanakan pengawalan konvoi. Mengingat ancaman terhadap pengawalan konvoi bisa datang dari dimensi bawah air, permukaan dan udara, suka atau tidak suka kapal perang Angkatan Laut dituntut mempunyai kemampuan menghadapi tiga dimensi ancaman tersebut.
Sebab meskipun dalam kasus Somalia ancaman yang dihadapi bersifat asimetris dari sisi persenjataan, namun tetap harus diingat bahwa ancaman tradisional terhadap konvoi adalah kemampuan peperangan laut konvensional lawan. Dengan demikian, mempunyai dan memelihara kemampuan yang terkait dengan pengawalan konvoi merupakan keharusan. Artinya, kapal perang yang disiapkan untuk melaksanakan tugas tersebut harus diperkuat dengan persenjataan yang memadai dan senjata tersebut dapat berfungsi.
Tentu menjadi pertanyaan apakah mungkin kekuatan laut negeri ini akan melaksanakan pengawalan konvoi? Jawabannya mungkin saja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di dalam negeri misalnya sudah sering dipraktekkan dalam latihan-latihan yang digelar, meskipun kadang kala skenarionya kurang sesuai dengan kenyataan. Adapun di luar bisa pula dilaksanakan apabila pemerintah berpikir luas dan berjangka panjang, misalnya mengamankan kepentingan Indonesia di perairan Somalia dan sekitarnya.
Pengawalan konvoi merupakan bisnis Angkatan Laut sepanjang masa. Setelah pengawalan konvoi besar-besaran digelar di perairan Teluk Persia semasa Perang Tanker di tahun 1987-1988, kini operasi serupa digelar di perairan Somalia dan sekitarnya. Kapal perang negara-negara NATO, Uni Eropa dan beberapa negara lain memberikan pengawalan konvoi terhadap kapal niaga yang melintas di perairan sekitar negara yang terus bergejolak sejak 1991 itu.
Kondisi itu secara tidak langsung memberikan pelajaran kepada Indonesia, dalam hal ini kekuatan lautnya. Pelajaran tersebut adalah perlu terus dipeliharanya kemampuan melaksanakan pengawalan konvoi. Mengingat ancaman terhadap pengawalan konvoi bisa datang dari dimensi bawah air, permukaan dan udara, suka atau tidak suka kapal perang Angkatan Laut dituntut mempunyai kemampuan menghadapi tiga dimensi ancaman tersebut.
Sebab meskipun dalam kasus Somalia ancaman yang dihadapi bersifat asimetris dari sisi persenjataan, namun tetap harus diingat bahwa ancaman tradisional terhadap konvoi adalah kemampuan peperangan laut konvensional lawan. Dengan demikian, mempunyai dan memelihara kemampuan yang terkait dengan pengawalan konvoi merupakan keharusan. Artinya, kapal perang yang disiapkan untuk melaksanakan tugas tersebut harus diperkuat dengan persenjataan yang memadai dan senjata tersebut dapat berfungsi.
Tentu menjadi pertanyaan apakah mungkin kekuatan laut negeri ini akan melaksanakan pengawalan konvoi? Jawabannya mungkin saja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di dalam negeri misalnya sudah sering dipraktekkan dalam latihan-latihan yang digelar, meskipun kadang kala skenarionya kurang sesuai dengan kenyataan. Adapun di luar bisa pula dilaksanakan apabila pemerintah berpikir luas dan berjangka panjang, misalnya mengamankan kepentingan Indonesia di perairan Somalia dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar