All hands,
Instrumen kekuatan nasional terdiri dari beberapa unsur, di antaranya adalah militer dan ekonomi. Hubungan antar keduanya terlalu sederhana bila sekedar ditinjau dari seberapa mampu instrumen ekonomi mendukung pembangunan kekuatan militer. Relasi ekonomi dengan militer sangat luas, termasuk pula di dalamnya tentang peran instrumen ekonomi untuk melumpuhkan kekuatan ekonomi lawan.
Dalam era globalisasi, instrumen ekonomi sangat sering digunakan untuk menghadapi negara lain yang dikategorikan sebagai ancaman. Bentuk penggunaannya bukan sekedar penjatuhan mata uang negara lain, tidak saja berupa penerapan sanksi ekonomi, tetapi mencakup pula penguasaan mesin ekonomi negara yang dipersepsikan sebagai ancaman tersebut. Lihat saja kebijakan Indonesia yang membuka pintu bagi penguasaan industri perbankan dan telekomunikasinya oleh negeri penampung koruptor dan Negeri Tukang Klaim, begitu pula tindakan Cina memborong surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah Amerika Serikat.
Celakanya, di Indonesia tidak ada kebijakan kepada para pemain ekonomi nasional ---BUMN khususnya--- untuk meniru langkah yang dilakukan oleh Singapura dan beberapa negara lainnya. Sebagian besar BUMN lebih sibuk berekspansi di dalam negeri dengan alasan pasar dalam negeri sendiri sangat besar. Alasan tersebut tidak salah, namun pemerintah juga harus berpikir strategis dan visioner dalam mengarahkan BUMN.
Masalahnya, apakah pemerintah mampu berpikir strategis dan visioner? Kalau wawasan strategisnya kurang, sulit untuk berhadap. Wawasan strategis bukan saja soal ekonomi, tetapi bagaimana keterkaitan ekonomi dengan geopolitik, geostrategi, pertahanan dan lain sebagainya. Nampaknya percuma negeri ini mempunyai Wawasan Nusantara, tetapi tidak paham bagaimana mengimplementasikannya.
Instrumen kekuatan nasional terdiri dari beberapa unsur, di antaranya adalah militer dan ekonomi. Hubungan antar keduanya terlalu sederhana bila sekedar ditinjau dari seberapa mampu instrumen ekonomi mendukung pembangunan kekuatan militer. Relasi ekonomi dengan militer sangat luas, termasuk pula di dalamnya tentang peran instrumen ekonomi untuk melumpuhkan kekuatan ekonomi lawan.
Dalam era globalisasi, instrumen ekonomi sangat sering digunakan untuk menghadapi negara lain yang dikategorikan sebagai ancaman. Bentuk penggunaannya bukan sekedar penjatuhan mata uang negara lain, tidak saja berupa penerapan sanksi ekonomi, tetapi mencakup pula penguasaan mesin ekonomi negara yang dipersepsikan sebagai ancaman tersebut. Lihat saja kebijakan Indonesia yang membuka pintu bagi penguasaan industri perbankan dan telekomunikasinya oleh negeri penampung koruptor dan Negeri Tukang Klaim, begitu pula tindakan Cina memborong surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah Amerika Serikat.
Celakanya, di Indonesia tidak ada kebijakan kepada para pemain ekonomi nasional ---BUMN khususnya--- untuk meniru langkah yang dilakukan oleh Singapura dan beberapa negara lainnya. Sebagian besar BUMN lebih sibuk berekspansi di dalam negeri dengan alasan pasar dalam negeri sendiri sangat besar. Alasan tersebut tidak salah, namun pemerintah juga harus berpikir strategis dan visioner dalam mengarahkan BUMN.
Masalahnya, apakah pemerintah mampu berpikir strategis dan visioner? Kalau wawasan strategisnya kurang, sulit untuk berhadap. Wawasan strategis bukan saja soal ekonomi, tetapi bagaimana keterkaitan ekonomi dengan geopolitik, geostrategi, pertahanan dan lain sebagainya. Nampaknya percuma negeri ini mempunyai Wawasan Nusantara, tetapi tidak paham bagaimana mengimplementasikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar