All hands,
Arah pembangunan kekuatan laut Indonesia ke depan sebagian sudah mulai tampak. Postur Angkatan Laut ke depan nampaknya akan bertumpu pada kapal-kapal patroli berpeluru kendali dan didukung oleh sejumlah fregat dan korvet dengan persenjataan yang (diharapkan) memadai. Dalam postur itu, jumlah kapal patroli berpeluru kendali akan jauh lebih banyak daripada kapal kombatan.
Postur demikian menurut hemat saya merupakan pendekatan yang tepat. Seperti pernah ditulis di sini beberapa tahun silam, postur Angkatan Laut ke depan hendaknya diperkuat oleh kapal patroli berpeluru kendali dan juga kapal patroli bersenjatakan torpedo serta ditunjang oleh kapal kombatan yang jumlahnya jauh lebih kecil. Eksistensi sekitar 10 kapal kombatan ---akan lebih baik bila bertipe fregat--- sudah cukup untuk menciptakan deterrence dan daya pukul di kawasan Asia Tenggara, asalkan kapal-kapal itu mengadopsi teknologi persenjataan dan perkapalan mutakhir.
Kini pengadaan kapal patroli berpeluru kendali telah masuk dalam Renstra 2010-2014. Terkait dengan hal tersebut, isu krusialnya adalah pengadaan sistem senjata. Sebab kapal itu dibangun di dalam negeri, sementara sistem senjatanya suka atau tidak suka masih mengandalkan pada pasokan asing. Artinya, dukungan anggaran dari pemerintah sangat krusial dalam pengadaan sistem senjata tersebut. Bila tidak, praktis kapal patroli yang diproduksi di galangan perkapalan nasional akan tidak bergigi karena tidak dilengkapi dengan senjata yang memadai.
Pekerjaaan rumah berikutnya yang harus dipikirkan dalam pembangunan kekuatan laut negeri ini adalah eksistensi kapal patroli tipe KCT. Eksistensi KCT sangat perlu dalam susunan tempur Angkatan Laut, sebab KCT apabila dikombinasikan dengan KCR dengan menggunakan taktik tempur yang brilyan akan dapat berubah menjadi senjata mematikan bagi kapal kombatan jenis fregat atau yang lebih besar. Singkatnya, KCR dan KCT bisa dieksploitasi untuk menghadapi kapal fregat kelas Formidable atau sejenisnya.
Arah pembangunan kekuatan laut Indonesia ke depan sebagian sudah mulai tampak. Postur Angkatan Laut ke depan nampaknya akan bertumpu pada kapal-kapal patroli berpeluru kendali dan didukung oleh sejumlah fregat dan korvet dengan persenjataan yang (diharapkan) memadai. Dalam postur itu, jumlah kapal patroli berpeluru kendali akan jauh lebih banyak daripada kapal kombatan.
Postur demikian menurut hemat saya merupakan pendekatan yang tepat. Seperti pernah ditulis di sini beberapa tahun silam, postur Angkatan Laut ke depan hendaknya diperkuat oleh kapal patroli berpeluru kendali dan juga kapal patroli bersenjatakan torpedo serta ditunjang oleh kapal kombatan yang jumlahnya jauh lebih kecil. Eksistensi sekitar 10 kapal kombatan ---akan lebih baik bila bertipe fregat--- sudah cukup untuk menciptakan deterrence dan daya pukul di kawasan Asia Tenggara, asalkan kapal-kapal itu mengadopsi teknologi persenjataan dan perkapalan mutakhir.
Kini pengadaan kapal patroli berpeluru kendali telah masuk dalam Renstra 2010-2014. Terkait dengan hal tersebut, isu krusialnya adalah pengadaan sistem senjata. Sebab kapal itu dibangun di dalam negeri, sementara sistem senjatanya suka atau tidak suka masih mengandalkan pada pasokan asing. Artinya, dukungan anggaran dari pemerintah sangat krusial dalam pengadaan sistem senjata tersebut. Bila tidak, praktis kapal patroli yang diproduksi di galangan perkapalan nasional akan tidak bergigi karena tidak dilengkapi dengan senjata yang memadai.
Pekerjaaan rumah berikutnya yang harus dipikirkan dalam pembangunan kekuatan laut negeri ini adalah eksistensi kapal patroli tipe KCT. Eksistensi KCT sangat perlu dalam susunan tempur Angkatan Laut, sebab KCT apabila dikombinasikan dengan KCR dengan menggunakan taktik tempur yang brilyan akan dapat berubah menjadi senjata mematikan bagi kapal kombatan jenis fregat atau yang lebih besar. Singkatnya, KCR dan KCT bisa dieksploitasi untuk menghadapi kapal fregat kelas Formidable atau sejenisnya.
1 komentar:
Postur AL yang besar, kuat dan profesional kenapa menghilang ditelan waktu ya? Kata orang bijak gantungkan cita-cita setinggi langit dan kita capai dengan tahapan sesuai kemampuan kita. Kalau BKP jadi cita-cita AL, kenapa tidak dipegang teguh? Situasi keuangan negara akan selalu berubah seiring berjalannya waktu, kalau cita-cita AL ikut berubah-ubah mengikuti situasi ekonomi nasional maka akan sulit meyakinkan para pengambil keputusan bahwa pengadaan KAA, Kasel, Pesud AL dan perluasan pangkalan maupun pembesaran Marinir akan memberi kontribusi positif terhadap penegakan kedaulatan dan penegakan hukum di wilayah laut yurisdiksi kita. Salam.
Posting Komentar