10 Maret 2010

Memanfaatkan Quadrilateral Initiative

All hands,
Nilai strategis Laut Cina Selatan dalam tahun-tahun mendatang akan semakin tinggi. Penyebabnya bukan karena soal klaim beberapa negara soal dua kepulauan di perairan itu, tetapi dikarenakan oleh pertarungan geopolitik India versus Cina. Laut Cina Selatan kini telah resmi menjadi lapis kedua pertahanan India, sebab hal itu telah dinyatakan dalam Doktrin Maritim India yang diterbitkan tahun lalu.
Kehadiran Angkatan Laut India di perairan tersebut dapat dilihat dari beberapa Latihan Malabar yang berbasis pada Quadrilateral Initiative. Quadrilateral Initiative terdiri dari kekuatan laut India, Amerika Serikat, Jepang dan Australia. Tidak sedikit pihak yang berpandangan bahwa Quadrilateral Initiative merupakan aliansi untuk membendung gerak maju Cina yang berhasrat mengembangkan kekuatan laut yang mampu beroperasi jarak jauh, termasuk ke Samudera India yang dipandang sebagai wilayah pengaruh New Delhi.
Suatu hal yang wajar bila Beijing sangat hirau dengan manuver India ke halaman belakangnya memanfaatkan Quadrilateral Initiative. Sehingga tidak berlebihan pula kalau Cina berupaya meluaskan pengaruhnya ke Samudera India lewat kerjasama dengan Pakistan, Bangladesh dan Burma alias Myanmar yang berbatasan langsung dengan laut tersebut. Kerjasama itu akan menjadi basis bila dalam 20 tahun ke depan negeri yang suka menyensor internet itu mempunyai Angkatan Laut dengan kemampuan operasi jarak jauh, termasuk pula memiliki kapal induk medium.
Singkatnya, pertarungan geopolitik India-Cina di laut sungguh kompleks. Apabila India merasa risau dengan upaya Cina untuk meluaskan pengaruhnya di kawasan Samudera India, Beijing pun risau dengan upaya serupa oleh New Delhi guna menyebar pengaruh ke Laut Cina Selatan. Ini ibarat pertanyaan soal ayam atau telur.
Pertarungan kian bertambah rumit dengan masuknya Washington sebagai pihak ketiga, yang mana kini Amerika Serikat berupaya merangkul New Delhi sebagai mitranya di kawasan Asia Pasifik menghadapi Cina. India memerlukan dukungan Amerika Serikat dalam pertarungan geopolitik melawan Cina. Akan tetapi di sisi lain ada pula dilema, yaitu New Delhi kini dan ke depan tidak mau dianggap sebagai proksi dari Washington sebagaimana yang kini dilihat oleh Beijing.
Bagi Indonesia, menjadi pertanyaan bagus bagaimana sikap dan posisi Indonesia dalam dinamika itu? Jawaban normatif seperti “bebas dan aktif” merupakan sebuah jawaban yang mencerminkan betapa rendahnya kadar intelektualitas pihak yang menjawab pertanyaan itu dikaitkan dengan pemahamannya terhadap pertarungan geopolitik kawasan pada satu sisi dan kepentingan nasional Indonesia pada sisi lainnya.

Tidak ada komentar: