All hands,
Kekuatan laut Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah dalam urusan peperangan anti udara di masa depan, setidaknya hingga 15 tahun ke depan. Mengapa dikatakan tidak mudah? Secara eksternal, kekuatan udara negara-negara di sekitar republik ini akan terus meningkat daya rusaknya dengan rudal-rudal anti permukaan (stand off weapons) yang melengkapi pesawat tempur seperti Su-30 MK, F/A-18 E/F, F-15 SG dan F-35. Sedangkan secara internal, nampaknya arah pembangunan kekuatan laut yang terkait dengan peperangan anti udara belum menunjukkan suatu kemajuan berarti dibandingkan saat ini. Singkatnya, pengadaan sistem senjata untuk menghadapi peperangan anti udara masih berfokus pada rudal jarak pendek.
Konflik sulit diprediksi kapan muncul, meskipun gejalanya dapat dideteksi. Dengan kata lain, dalam lingkungan keamanan Asia Tenggara yang masih rawan meskipun Komunitas ASEAN sudah eksis, konflik antar negara pada suatu wilayah tertentu dan dalam durasi waktu yang pendek tetap tidak dapat dinafikan. Ketika konflik seperti itu terjadi, dipastikan kekuatan utama yang akan terlibat adalah Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Negara-negara di sekitar Indonesia dengan seksama mengantisipasi pembangunan kekuatan udara Negeri Nusantara, khususnya pengadaan pesawat Su-27/30 yang dipersenjatai dengan sejumlah rudal BVR. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kekuatan udara Indonesia dilengkapi dengan BVR, sebab sebelumnya hanya dilengkapi dengan rudal jarak pendek. Rudal BVR itu dipastikan akan mencari sasaran seperti fregat kelas Formidable atau kapal perusak kelas Hobart. Itulah sebabnya Australia membangun kapal AWD, sebab kekuatan laut negeri itu akan diproyeksikan jauh dari wilayahnya sehingga sekaligus tidak dapat mengandalkan payung udara RAAF.
Dalam konteks Indonesia, wilayah yang mungkin dapat berpotensi konflik hingga 15 tahun ke depan secara umum adalah kawasan yang dapat dicapai oleh endurance pesawat-pesawat tempur generasi 4+. Dengan demikian salah satu ancaman terhadap kapal atas air Angkatan Laut negeri ini adalah serangan udara lawan. Di situlah nilai krusial peperangan anti udara. Terkait dengan hal tersebut, sangat disayangkan bahwa dalam perencanaan pembangunan kekuatan ke depan belum direncanakan pengadaan rudal anti pesawat dengan jarak jangkau yang lebih jauh.
Kekuatan laut Indonesia menghadapi tantangan yang tidak mudah dalam urusan peperangan anti udara di masa depan, setidaknya hingga 15 tahun ke depan. Mengapa dikatakan tidak mudah? Secara eksternal, kekuatan udara negara-negara di sekitar republik ini akan terus meningkat daya rusaknya dengan rudal-rudal anti permukaan (stand off weapons) yang melengkapi pesawat tempur seperti Su-30 MK, F/A-18 E/F, F-15 SG dan F-35. Sedangkan secara internal, nampaknya arah pembangunan kekuatan laut yang terkait dengan peperangan anti udara belum menunjukkan suatu kemajuan berarti dibandingkan saat ini. Singkatnya, pengadaan sistem senjata untuk menghadapi peperangan anti udara masih berfokus pada rudal jarak pendek.
Konflik sulit diprediksi kapan muncul, meskipun gejalanya dapat dideteksi. Dengan kata lain, dalam lingkungan keamanan Asia Tenggara yang masih rawan meskipun Komunitas ASEAN sudah eksis, konflik antar negara pada suatu wilayah tertentu dan dalam durasi waktu yang pendek tetap tidak dapat dinafikan. Ketika konflik seperti itu terjadi, dipastikan kekuatan utama yang akan terlibat adalah Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Negara-negara di sekitar Indonesia dengan seksama mengantisipasi pembangunan kekuatan udara Negeri Nusantara, khususnya pengadaan pesawat Su-27/30 yang dipersenjatai dengan sejumlah rudal BVR. Untuk pertama kalinya dalam sejarah kekuatan udara Indonesia dilengkapi dengan BVR, sebab sebelumnya hanya dilengkapi dengan rudal jarak pendek. Rudal BVR itu dipastikan akan mencari sasaran seperti fregat kelas Formidable atau kapal perusak kelas Hobart. Itulah sebabnya Australia membangun kapal AWD, sebab kekuatan laut negeri itu akan diproyeksikan jauh dari wilayahnya sehingga sekaligus tidak dapat mengandalkan payung udara RAAF.
Dalam konteks Indonesia, wilayah yang mungkin dapat berpotensi konflik hingga 15 tahun ke depan secara umum adalah kawasan yang dapat dicapai oleh endurance pesawat-pesawat tempur generasi 4+. Dengan demikian salah satu ancaman terhadap kapal atas air Angkatan Laut negeri ini adalah serangan udara lawan. Di situlah nilai krusial peperangan anti udara. Terkait dengan hal tersebut, sangat disayangkan bahwa dalam perencanaan pembangunan kekuatan ke depan belum direncanakan pengadaan rudal anti pesawat dengan jarak jangkau yang lebih jauh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar