All hands,
Ketika berdiskusi tentang pertahanan, hal pertama yang harus muncul adalah kesadaran geografis. Sebagai dari perspektif strategi dinyatakan dengan jelas bahwa geografi adalah tulang punggung dari pertahanan. Dalam konteks Indonesia yang geografisnya didominasi oleh lautan, merupakan kebijakan yang keliru, tidak berdasar dan sekaligus kesalahan besar bila menempatkan Angkatan Darat sebagai tulang punggung pertahanan.
Sesuai dengan UNCLOS 1982, Indonesia diakui oleh IMO mempunyai tiga ALKI. Penyediaan ALKI adalah untuk kepentingan lalu lintas kapal perang, bukan untuk kepentingan navigasi kapal niaga. Sebab navigasi kapal niaga menganut pada prinsip jalur terpendek dan tercepat, karena kapal niaga beroperasi berdasarkan perhitungan ekonomis untung dan rugi.
Eksistensi tiga ALKI berarti membagi wilayah Indonesia dalam empat kompartementasi. Dengan demikian, kebijakan dan strategi pertahanan harus melihat pada kompartementasi tersebut. Singkatnya, kebijakan dan strategi pertahanan harus berbasis pada empat kompartemensi Indonesia karena penerapan ALKI.
Adanya empat kompartemensi berarti strategi pertahanan Indonesia harus dibagi dalam empat kompartemen. Artinya, Indonesia mempunyai empat mandala operasi. Dari empat kompartemen itu, sangat jelas betapa krusialnya peran Angkatan Laut, di samping juga Angkatan Udara. Setiap kompartemen harus membangun sub strategi tersendiri, sebab karakteristik masing-masing kompartemen berbeda.
Apapun strategi dan sub strategi yang dikembangkan, peran Angkatan Laut tetap krusial. Misalnya di kompartemen Barat yang mencakup wilayah perairan di sekitar Pulau Sumatera plus Laut Natuna, ancaman peperangan laut yang dihadapi cukup kompleks. Dibutuhkan perpaduan penggunaan kapal selam dan kapal atas air dengan mempertimbangkan kondisi geografis wilayah itu. Sementara di kompartemen Tengah-1 dan Tengah-2, kehadiran kapal atas air bertonase besar serta kapal selam diperlukan untuk beroperasi di perairan yang luas dan cenderung terbuka. Begitu pula di kompartemen Timur.
Idealnya, pembangunan kekuatan Angkatan Laut ke depan mengacu pada kompartementasi tersebut. Meskipun hingga saat ini kecil kemungkinannya Angkatan Laut akan beroperasi di dua atau lebih mandala sekaligus, akan tetapi skenario pembangunan kekuatan harus mengacu pada kemungkinan tersebut. Bahkan perlu pula dirancang suatu skenario konvensional dan non konvensional, seperti harus menggelar operasi bantuan kemanusiaan di kompartemen Barat dan pada waktu yang sama harus pula menggelar operasi tempur di kompartemen Timur.
Tantangan utama dalam masalah kompartementasi pertahanan adalah mensosialisasikan isu ini ke Departemen Pertahanan. Sebab meskipun menyandang nama Departemen Pertahanan, namun hingga sekarang nampaknya pemikiran tentang pertahanan yang berdasarkan geografis (termasuk kompartementasi) baru sebatas dinyatakan dalam undang-undang saja dan belum diimplementasikan atau setidaknya dirancang untuk dilaksanakan dalam beberapa tahun ke depan.
Ketika berdiskusi tentang pertahanan, hal pertama yang harus muncul adalah kesadaran geografis. Sebagai dari perspektif strategi dinyatakan dengan jelas bahwa geografi adalah tulang punggung dari pertahanan. Dalam konteks Indonesia yang geografisnya didominasi oleh lautan, merupakan kebijakan yang keliru, tidak berdasar dan sekaligus kesalahan besar bila menempatkan Angkatan Darat sebagai tulang punggung pertahanan.
Sesuai dengan UNCLOS 1982, Indonesia diakui oleh IMO mempunyai tiga ALKI. Penyediaan ALKI adalah untuk kepentingan lalu lintas kapal perang, bukan untuk kepentingan navigasi kapal niaga. Sebab navigasi kapal niaga menganut pada prinsip jalur terpendek dan tercepat, karena kapal niaga beroperasi berdasarkan perhitungan ekonomis untung dan rugi.
Eksistensi tiga ALKI berarti membagi wilayah Indonesia dalam empat kompartementasi. Dengan demikian, kebijakan dan strategi pertahanan harus melihat pada kompartementasi tersebut. Singkatnya, kebijakan dan strategi pertahanan harus berbasis pada empat kompartemensi Indonesia karena penerapan ALKI.
Adanya empat kompartemensi berarti strategi pertahanan Indonesia harus dibagi dalam empat kompartemen. Artinya, Indonesia mempunyai empat mandala operasi. Dari empat kompartemen itu, sangat jelas betapa krusialnya peran Angkatan Laut, di samping juga Angkatan Udara. Setiap kompartemen harus membangun sub strategi tersendiri, sebab karakteristik masing-masing kompartemen berbeda.
Apapun strategi dan sub strategi yang dikembangkan, peran Angkatan Laut tetap krusial. Misalnya di kompartemen Barat yang mencakup wilayah perairan di sekitar Pulau Sumatera plus Laut Natuna, ancaman peperangan laut yang dihadapi cukup kompleks. Dibutuhkan perpaduan penggunaan kapal selam dan kapal atas air dengan mempertimbangkan kondisi geografis wilayah itu. Sementara di kompartemen Tengah-1 dan Tengah-2, kehadiran kapal atas air bertonase besar serta kapal selam diperlukan untuk beroperasi di perairan yang luas dan cenderung terbuka. Begitu pula di kompartemen Timur.
Idealnya, pembangunan kekuatan Angkatan Laut ke depan mengacu pada kompartementasi tersebut. Meskipun hingga saat ini kecil kemungkinannya Angkatan Laut akan beroperasi di dua atau lebih mandala sekaligus, akan tetapi skenario pembangunan kekuatan harus mengacu pada kemungkinan tersebut. Bahkan perlu pula dirancang suatu skenario konvensional dan non konvensional, seperti harus menggelar operasi bantuan kemanusiaan di kompartemen Barat dan pada waktu yang sama harus pula menggelar operasi tempur di kompartemen Timur.
Tantangan utama dalam masalah kompartementasi pertahanan adalah mensosialisasikan isu ini ke Departemen Pertahanan. Sebab meskipun menyandang nama Departemen Pertahanan, namun hingga sekarang nampaknya pemikiran tentang pertahanan yang berdasarkan geografis (termasuk kompartementasi) baru sebatas dinyatakan dalam undang-undang saja dan belum diimplementasikan atau setidaknya dirancang untuk dilaksanakan dalam beberapa tahun ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar