All hands,
Kalau selama ini Singapura sebagai negeri penampung koruptor asal Indonesia selalu “cerewet” soal keamanan Selat Malaka, bahkan melebih-lebihkan ancaman di perairan itu, hal demikian tidak lepas dari mental terkepung negeri itu. Mental terkepung selalu dipelihara dan dikembangkan oleh para pemimpin negeri eks pecahan Negeri Tukang Klaim itu sejak 1965 sampai sekarang dan akan terus begitu di masa depan. Dalam mental terkepung, para pemimpin dinasti di negeri penampung koruptor itu akan selalu menanamkan doktrinasi kepada rakyatnya yang mayoritas etnis Cina bahwa mereka dikepung oleh dua negeri Melayu yang mayoritas beragama Islam. Seperti halnya Israel di tanah Arab, Singapura selalu merasa bahwa dua negeri Melayu yang mengelilingi suatu saat akan menyerbunya.
Karena mentalitas terkepung itulah makanya dalam isu keamanan maritim Singapura lebih suka bermitra dengan kekuatan ekstra kawasan, khususnya Broer Sam. Dengan senang hati negeri itu menyediakan fasilitas militer bagi tentara Uwak Sam yang “diusir’ dari Filipina pada 1991. Sementara tingkat CBM dengan dua negara besar ASEAN yang mengelilinginya cukup rendah.
Mentalitas terkepung itu juga yang mendorong negeri itu berupaya menganeksasi wilayah negara lain, seperti tercermin dalam DCA dengan Indonesia. Celakanya, sebagian pihak di Indonesia tidak merasa wilayahnya dianeksasi oleh Singapura. Kondisi nyata saat ini menunjukkan bahwa ruang udara di sekitar Kepulauan Riau sudah dianeksasi oleh Singapura dan di Indonesia banyak pihak yang tenang-tenang saja dengan hal itu. Tidak ada teriakan “Ganyang Singapura” seperti halnya ketika Negeri Tukang Klaim berupaya menganeksasi sebagian segmen perairan Laut Sulawesi.
Singkatnya, Indonesia tidak punya satu sikap nasional bagaimana menghadapi Singapura, khususnya dalam isu politik dan keamanan. Segala sesuatunya dilakukan dengan pendekatan ad-hoc dan lebih sering tidak mengacu pada kepentingan nasional.
Kalau selama ini Singapura sebagai negeri penampung koruptor asal Indonesia selalu “cerewet” soal keamanan Selat Malaka, bahkan melebih-lebihkan ancaman di perairan itu, hal demikian tidak lepas dari mental terkepung negeri itu. Mental terkepung selalu dipelihara dan dikembangkan oleh para pemimpin negeri eks pecahan Negeri Tukang Klaim itu sejak 1965 sampai sekarang dan akan terus begitu di masa depan. Dalam mental terkepung, para pemimpin dinasti di negeri penampung koruptor itu akan selalu menanamkan doktrinasi kepada rakyatnya yang mayoritas etnis Cina bahwa mereka dikepung oleh dua negeri Melayu yang mayoritas beragama Islam. Seperti halnya Israel di tanah Arab, Singapura selalu merasa bahwa dua negeri Melayu yang mengelilingi suatu saat akan menyerbunya.
Karena mentalitas terkepung itulah makanya dalam isu keamanan maritim Singapura lebih suka bermitra dengan kekuatan ekstra kawasan, khususnya Broer Sam. Dengan senang hati negeri itu menyediakan fasilitas militer bagi tentara Uwak Sam yang “diusir’ dari Filipina pada 1991. Sementara tingkat CBM dengan dua negara besar ASEAN yang mengelilinginya cukup rendah.
Mentalitas terkepung itu juga yang mendorong negeri itu berupaya menganeksasi wilayah negara lain, seperti tercermin dalam DCA dengan Indonesia. Celakanya, sebagian pihak di Indonesia tidak merasa wilayahnya dianeksasi oleh Singapura. Kondisi nyata saat ini menunjukkan bahwa ruang udara di sekitar Kepulauan Riau sudah dianeksasi oleh Singapura dan di Indonesia banyak pihak yang tenang-tenang saja dengan hal itu. Tidak ada teriakan “Ganyang Singapura” seperti halnya ketika Negeri Tukang Klaim berupaya menganeksasi sebagian segmen perairan Laut Sulawesi.
Singkatnya, Indonesia tidak punya satu sikap nasional bagaimana menghadapi Singapura, khususnya dalam isu politik dan keamanan. Segala sesuatunya dilakukan dengan pendekatan ad-hoc dan lebih sering tidak mengacu pada kepentingan nasional.
1 komentar:
Mungkin itu yang namanya "main halus". Beda cara dengan malaysia yang selalu provokatif yg langsung jadi santapan media. Dengan begitu timbul reaksi publik yg keras.Singapura lebih halus dlm berpolitik. Mengurangi reaksi publik yg mudah meledak2, mungkin adalah strategi mereka.
Posting Komentar