All hands,
Isu komando dan kendali dalam operasi gabungan yang dimaksud di sini adalah combined operations alias operasi gabungan yang melibatkan militer dua negara atau lebih. Isu ini merupakan isu yang pasti pertama kali muncul dalam merancang operasi gabungan, sebab isu ini terkait langsung dengan konstitusi setiap bangsa. Sebagai contoh, kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat tidak ada yang beroperasi di bawah komando dan kendali Angkatan Laut asing, sebab hal itu bertentangan dengan konstitusinya.
Isu ini penting pula dicermati di Indonesia dalam konteks operasi gabungan di masa depan. Dengan makin kuatnya peningkatan kerjasama Angkatan Laut, mungkin akan tiba masanya ketika Indonesia sulit untuk menghindar dari operasi gabungan Angkatan Laut, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Memang sebenarnya dari pengalaman operasi di Lebanon di bawah bendera UNIFIL MTF, secara jelas dan nyata terlihat bahwa kapal perang Indonesia bisa berada di bawah komando dan kendali pihak asing sepanjang telah disepakati bersama sebelumnya.
Namun masalah akan menjadi lain ketika konteksnya adalah Asia Tenggara, lebih mengerucut lagi ASEAN. Masalah komando dan kendali dalam operasi gabungan Angkatan Laut ASEAN di masa depan bukan semata soal konstitusi, tetapi juga menyangkut masalah prestise bangsa. Sebagai contoh, apa rela Indonesia menempatkan kekuatan lautnya di bawah komando dan kendali Singapura atau Malaysia nantinya?
Masalah prestise tidak dapat dipandang enteng sebab ini berimplikasi politis pula.
Peluang operasi gabungan di lingkungan Angkatan Laut ASEAN terbuka lebar di masa depan. Sulit bagi Indonesia untuk menutup peluang itu. Lebih baik bagaimana mengantisipasi bila skenario itu terjadi. Indonesia harus meraih keuntungan politik dan operasional ---bukan sekedar prestise--- bila operasi gabungan Angkatan Laut ASEAN tidak bisa dihindari lagi nantinya.
Isu komando dan kendali dalam operasi gabungan yang dimaksud di sini adalah combined operations alias operasi gabungan yang melibatkan militer dua negara atau lebih. Isu ini merupakan isu yang pasti pertama kali muncul dalam merancang operasi gabungan, sebab isu ini terkait langsung dengan konstitusi setiap bangsa. Sebagai contoh, kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat tidak ada yang beroperasi di bawah komando dan kendali Angkatan Laut asing, sebab hal itu bertentangan dengan konstitusinya.
Isu ini penting pula dicermati di Indonesia dalam konteks operasi gabungan di masa depan. Dengan makin kuatnya peningkatan kerjasama Angkatan Laut, mungkin akan tiba masanya ketika Indonesia sulit untuk menghindar dari operasi gabungan Angkatan Laut, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Memang sebenarnya dari pengalaman operasi di Lebanon di bawah bendera UNIFIL MTF, secara jelas dan nyata terlihat bahwa kapal perang Indonesia bisa berada di bawah komando dan kendali pihak asing sepanjang telah disepakati bersama sebelumnya.
Namun masalah akan menjadi lain ketika konteksnya adalah Asia Tenggara, lebih mengerucut lagi ASEAN. Masalah komando dan kendali dalam operasi gabungan Angkatan Laut ASEAN di masa depan bukan semata soal konstitusi, tetapi juga menyangkut masalah prestise bangsa. Sebagai contoh, apa rela Indonesia menempatkan kekuatan lautnya di bawah komando dan kendali Singapura atau Malaysia nantinya?
Masalah prestise tidak dapat dipandang enteng sebab ini berimplikasi politis pula.
Peluang operasi gabungan di lingkungan Angkatan Laut ASEAN terbuka lebar di masa depan. Sulit bagi Indonesia untuk menutup peluang itu. Lebih baik bagaimana mengantisipasi bila skenario itu terjadi. Indonesia harus meraih keuntungan politik dan operasional ---bukan sekedar prestise--- bila operasi gabungan Angkatan Laut ASEAN tidak bisa dihindari lagi nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar