All hands,
Keterkaitan dunia industri dengan militer tidak dapat terbantahkan, karena industri pertahanan nafas hidupnya tergantung kontrak dari militer. Sebaliknya, militer sangat mengandalkan pasokan sistem senjata hasil temuan industri pertahanan untuk menunjukkan kekuatannya kepada pihak lain. Begitu pula dalam konteks hubungan antara Angkatan Laut dengan galangan kapal beserta subkontraktornya. Kapal perang Angkatan Laut mengandalkan pasokan dari galangan kapal, sebab sangat tidak ekonomis bila Angkatan Laut harus memproduksi kapal perangnya sendiri.
Ketika Dwight D. Eisenhower akan mengakhiri masa jabatannya di Gedung Putih pada Januari 1961, dalam pidatonya sang Presiden mengingatkan rakyat Amerika Serikat tentang hubungan antara militer dengan industri pertahanan yang dinilai sudah sampai pada tahap membahayakan. Sejak itulah kemudian istilah military-industrial complex menjadi populer di seluruh dunia.
Bahkan tidak sedikit kalangan di dunia ---bahkan kalangan di negeri Broer Sam sendiri--- yang menuduh persekongkolan jahat antara militer Amerika Serikat dengan industri pertahanannya untuk berbagai petualangan militer. Seperti di Vietnam, Grenada, Panama, Irak, Afghanistan dan lainnya. Dengan kata lain, para petinggi Pentagon telah bersekongkol dengan kalangan industriawan untuk membuat suatu konflik agar senjata produksi industri pertahanan laku terjual.
Lepas dari itu semua, perlu dipahami latar belakang lahirnya terminologi military-industrial complex. Istilah itu dilahirkan oleh Malcom C. Moos yang saat itu menjadi penulis pidato Presiden Eisenhower. Menurut Moos, terminologi itu dimunculkan setelah dia melihat banyaknya mantan petinggi militer yang setelah pensiun masuk ke dunia industri pertahanan untuk menjadi pejabat di sana. Dengan masuknya para mantan Jenderal dan Laksamana ini ke industri tersebut, Moos khawatir mereka akan menggunakan pengaruh mereka untuk mempengaruhi junior-junior mereka yang kini memimpin organisasi militer agar membeli produk-produk industri pertahanan.
Moss beranggapan bahwa para mantan perwira tinggi itu masih mempunyai pengaruh kuat di militer, sehingga bisa mempengaruhi kebijakan pengadaan. Anggapan Moos dibantah oleh kalangan militer dan sebagian sipil yang berpendapat bahwa begitu seorang petinggi pensiun, pengaruhnya terhadap kebijakan militer ---termasuk pengadaan--- tidak sekuat dulu lagi. Artinya, secara senioritas sang mantan petinggi masih dihormati oleh juniornya yang sekarang memimpin militer, namun begitu menyangkut kebijakan ceritanya akan menjadi lain.
Setiap individu pasti mempunyai persepsi sendiri mengenai military-industrial complex. Apapun persepsi itu, sejak dini harus dihindari agar hal itu tidak terjadi di Indonesia begitu industri pertahanan negeri ini nantinya lebih kuat dibandingkan saat ini. Jangan sampai terjadi militer negeri ini nantinya menjadi sawah ladang industri pertahanan seperti yang ditengarai banyak pihak terjadi di negara-negara maju.
Keterkaitan dunia industri dengan militer tidak dapat terbantahkan, karena industri pertahanan nafas hidupnya tergantung kontrak dari militer. Sebaliknya, militer sangat mengandalkan pasokan sistem senjata hasil temuan industri pertahanan untuk menunjukkan kekuatannya kepada pihak lain. Begitu pula dalam konteks hubungan antara Angkatan Laut dengan galangan kapal beserta subkontraktornya. Kapal perang Angkatan Laut mengandalkan pasokan dari galangan kapal, sebab sangat tidak ekonomis bila Angkatan Laut harus memproduksi kapal perangnya sendiri.
Ketika Dwight D. Eisenhower akan mengakhiri masa jabatannya di Gedung Putih pada Januari 1961, dalam pidatonya sang Presiden mengingatkan rakyat Amerika Serikat tentang hubungan antara militer dengan industri pertahanan yang dinilai sudah sampai pada tahap membahayakan. Sejak itulah kemudian istilah military-industrial complex menjadi populer di seluruh dunia.
Bahkan tidak sedikit kalangan di dunia ---bahkan kalangan di negeri Broer Sam sendiri--- yang menuduh persekongkolan jahat antara militer Amerika Serikat dengan industri pertahanannya untuk berbagai petualangan militer. Seperti di Vietnam, Grenada, Panama, Irak, Afghanistan dan lainnya. Dengan kata lain, para petinggi Pentagon telah bersekongkol dengan kalangan industriawan untuk membuat suatu konflik agar senjata produksi industri pertahanan laku terjual.
Lepas dari itu semua, perlu dipahami latar belakang lahirnya terminologi military-industrial complex. Istilah itu dilahirkan oleh Malcom C. Moos yang saat itu menjadi penulis pidato Presiden Eisenhower. Menurut Moos, terminologi itu dimunculkan setelah dia melihat banyaknya mantan petinggi militer yang setelah pensiun masuk ke dunia industri pertahanan untuk menjadi pejabat di sana. Dengan masuknya para mantan Jenderal dan Laksamana ini ke industri tersebut, Moos khawatir mereka akan menggunakan pengaruh mereka untuk mempengaruhi junior-junior mereka yang kini memimpin organisasi militer agar membeli produk-produk industri pertahanan.
Moss beranggapan bahwa para mantan perwira tinggi itu masih mempunyai pengaruh kuat di militer, sehingga bisa mempengaruhi kebijakan pengadaan. Anggapan Moos dibantah oleh kalangan militer dan sebagian sipil yang berpendapat bahwa begitu seorang petinggi pensiun, pengaruhnya terhadap kebijakan militer ---termasuk pengadaan--- tidak sekuat dulu lagi. Artinya, secara senioritas sang mantan petinggi masih dihormati oleh juniornya yang sekarang memimpin militer, namun begitu menyangkut kebijakan ceritanya akan menjadi lain.
Setiap individu pasti mempunyai persepsi sendiri mengenai military-industrial complex. Apapun persepsi itu, sejak dini harus dihindari agar hal itu tidak terjadi di Indonesia begitu industri pertahanan negeri ini nantinya lebih kuat dibandingkan saat ini. Jangan sampai terjadi militer negeri ini nantinya menjadi sawah ladang industri pertahanan seperti yang ditengarai banyak pihak terjadi di negara-negara maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar