All hands,
Belum lama ini sebuah media massa Cina menurunkan berita tentang pembangunan kapal induk Cina. Laporan tersebut seolah untuk mempertegas terhadap kesimpangsiuran berita mengenai program kapal induk dalam pembangunan kekuatan negeri itu. Sebagaimana diketahui, kapal induk adalah simbol prestise suatu Angkatan Laut dan sekaligus simbol kemampuan proyeksi kekuatan.
Terkait dengan hal tersebut, Indonesia cepat akan lambat akan ”berinteraksi” dengan kekuatan laut Cina. Selama ini, sangat jarang interaksi kedua kekuatan itu di laut. Sebab tahapannya baru pada confidence building measures. Yang perlu diperhatikan adalah masih adanya sejumlah sengketa antara Indonesia dengan Cina, yang di masa depan mungkin akan mengemuka lagi apabila Negeri Tirai Bambu telah mampu mewujudkan impiannya mempunyai kapal induk sendiri.
Secara politik, relasi kedua negara telah diikat oleh Perjanjian Kemitraan Strategis tahun 2005. Kerjasama di bidang pertahanan adalah salah satu ranahnya, yang pada tingkat Angkatan Laut sejauh ini diwujudkan melalui Navy to Navy Talk. Di samping itu, juga pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan militer di kedua negara. Karena kerjasama kedua Angkatan Laut masih baru, maka cakupannya baru pada tingkat confidence building measures.
Dikaitkan dengan kepentingan nasional Indonesia, perlu dipertanyakan apakah ambisi global Cina yang antara lain dalam bentuk proyeksi kekuatan laut tidak akan menjadi tantangan atau ancaman kepentingan perairan Indonesia di masa depan. Sebab harus diingat bahwa kasus klaim Cina terhadap atas Laut Cina Selatan, termasuk Kepulauan Natuna masih mengambang. Sebagai latar belakang informasi, dalam peta Cina tahun 1992 terdapat sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan di sekitar Kepulauan Natuna. Secara kasat mata, peta itu ingin menunjukkan bahwa Beijing mengklaim wilayah Kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatannya.
Dan sampai sekarang Jakarta belum mendapat penjelasan yang memuaskan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, sebelum kapal induk Cina terwujud sebaiknya Indonesia mengantisipasi sejak dini kemungkinan beberapa skenario yang mungkin terjadi di perairan itu dalam 10-20 tahun ke depan. Pada masa itu, diperkirakan Beijing sudah mempunyai kemampuan kapal induk guna melakukan proyeksi kekuatan ke kawasan Asia Tenggara untuk menunjukkan ototnya kepada pihak-pihak lain.
Antisipasi dapat dilakukan paling tidak menggunakan tiga instrumen kekuatan nasional, yaitu politik dan militer. Instrumen politik bisa dengan memainkan kartu ASEAN, ARF dan juga Amerika Serikat. Adapun secara militer dapat memainkan kartu Amerika Serikat, ASC maupun kartu sendiri (unilateral).
Kartu sendiri bisa dimainkan bila komitmen pemerintah terhadap pembangunan kekuatan AL tidak sebatas pada pernyataan, tetapi diwujudkan ke alam nyata. Untuk mewujudkan ke alam nyata, dukungan dari instrumen ekonomi mutlak diperlukan.
Belum lama ini sebuah media massa Cina menurunkan berita tentang pembangunan kapal induk Cina. Laporan tersebut seolah untuk mempertegas terhadap kesimpangsiuran berita mengenai program kapal induk dalam pembangunan kekuatan negeri itu. Sebagaimana diketahui, kapal induk adalah simbol prestise suatu Angkatan Laut dan sekaligus simbol kemampuan proyeksi kekuatan.
Terkait dengan hal tersebut, Indonesia cepat akan lambat akan ”berinteraksi” dengan kekuatan laut Cina. Selama ini, sangat jarang interaksi kedua kekuatan itu di laut. Sebab tahapannya baru pada confidence building measures. Yang perlu diperhatikan adalah masih adanya sejumlah sengketa antara Indonesia dengan Cina, yang di masa depan mungkin akan mengemuka lagi apabila Negeri Tirai Bambu telah mampu mewujudkan impiannya mempunyai kapal induk sendiri.
Secara politik, relasi kedua negara telah diikat oleh Perjanjian Kemitraan Strategis tahun 2005. Kerjasama di bidang pertahanan adalah salah satu ranahnya, yang pada tingkat Angkatan Laut sejauh ini diwujudkan melalui Navy to Navy Talk. Di samping itu, juga pertukaran perwira untuk mengikuti pendidikan militer di kedua negara. Karena kerjasama kedua Angkatan Laut masih baru, maka cakupannya baru pada tingkat confidence building measures.
Dikaitkan dengan kepentingan nasional Indonesia, perlu dipertanyakan apakah ambisi global Cina yang antara lain dalam bentuk proyeksi kekuatan laut tidak akan menjadi tantangan atau ancaman kepentingan perairan Indonesia di masa depan. Sebab harus diingat bahwa kasus klaim Cina terhadap atas Laut Cina Selatan, termasuk Kepulauan Natuna masih mengambang. Sebagai latar belakang informasi, dalam peta Cina tahun 1992 terdapat sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan di sekitar Kepulauan Natuna. Secara kasat mata, peta itu ingin menunjukkan bahwa Beijing mengklaim wilayah Kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatannya.
Dan sampai sekarang Jakarta belum mendapat penjelasan yang memuaskan mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, sebelum kapal induk Cina terwujud sebaiknya Indonesia mengantisipasi sejak dini kemungkinan beberapa skenario yang mungkin terjadi di perairan itu dalam 10-20 tahun ke depan. Pada masa itu, diperkirakan Beijing sudah mempunyai kemampuan kapal induk guna melakukan proyeksi kekuatan ke kawasan Asia Tenggara untuk menunjukkan ototnya kepada pihak-pihak lain.
Antisipasi dapat dilakukan paling tidak menggunakan tiga instrumen kekuatan nasional, yaitu politik dan militer. Instrumen politik bisa dengan memainkan kartu ASEAN, ARF dan juga Amerika Serikat. Adapun secara militer dapat memainkan kartu Amerika Serikat, ASC maupun kartu sendiri (unilateral).
Kartu sendiri bisa dimainkan bila komitmen pemerintah terhadap pembangunan kekuatan AL tidak sebatas pada pernyataan, tetapi diwujudkan ke alam nyata. Untuk mewujudkan ke alam nyata, dukungan dari instrumen ekonomi mutlak diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar