All hands,
Apa hubungan antara strategi dengan hari esok? Jawabannya singkat, strategi dirancang untuk menyeimbangkan antara menjawab tantangan hari ini (masa kini) dengan perencanaan untuk menggarisbawahi kemungkinan-kemungkinan alternatif di hari esok (masa depan). Akan tetapi dalam dunia nyata, merancang strategi yang mampu menjawab tantangan saat ini dan perencanaan hari esok tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Terdapat banyak variabel yang harus diperhatikan dalam merancang strategi berikut force planning yang muncul sebagai turunan dari strategi. Dari sekian banyak variabel tersebut, secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua grup. Yaitu lingkungan keamanan pada satu sisi dan keterbatasan sumber daya pada sisi lain.
Dihadapkan pada kondisi demikian, setiap negara merancang strategi untuk jangka waktu tertentu. Karena seiring dengan berjalannya waktu, negara-negara di dunia biasanya akan melakukan penilaian ulang terhadap kepentingan nasionalnya. Sebagai contoh, strategi keamanan nasional Amerika Serikat di era Perang Dingin dan peralihan Perang Dingin ke pasca Perang Dingin, menekankan pada aspek militer berupa containment terhadap Uni Soviet. Ketika tampuk kekuasaan di Gedung Putih beralih kepada generasi Baby Boomer yang dimotori oleh Presiden Bill Clinton, strategi keamanan nasional Amerika Serikat mengalami enlargement dengan lebih menekankan pada aspek ekonomi dan membatasi keterlibatan militer pada masalah-masalah internasional.
Tidak heran kalau di era Clinton (1993-2001), kesejahteraan rakyat Amerika Serikat meningkat pesat. Rakyat negeri itu di masa tersebut menikmati pertumbuhan ekonomi yang berimbas pada peningkatan kemakmuran mereka. Pada sisi lain, keterlibatan militer Paman Sam dalam urusan keamanan internasional lebih menitikberatkan pada peran peacekeeping. Misalnya dalam kasus Somalia, Haiti dan Kosovo.
Kembali kepada isu strategi dan hari esok, bagaimana dengan Indonesia? Pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Sebab negeri ini tidak memiliki Strategi Keamanan Nasional, yang tersedia adalah Kebijakan Pertahanan Negara.
Dalam kebijakan tersebut, memang sudah ditetapkan kriteria atau penggolongan kepentingan nasional. Namun sejauh ini belum diidentifikasi aktor siapa saja yang dalam beberapa tahun ke depan potensial mengancam kepentingan nasional tersebut. Selain itu, belum ada pembedaan mana yang tergolong threat, mana yang vulnerabilities, mana yang challenges. Dan mana pula yang tergolong opportunities.
Kondisi dunia yang sudah berubah dari 30 tahun silam membuat kita tidak dapat lagi memakai parameter ATHG. Parameter ATHG latar belakangnya, sepengetahuan saya, tidak lepas dari masalah ideologis di masa lalu dan kepentingan rezim saat itu untuk mengamankan kekuasaan. Jadi ATHG, menurut hemat saya, lebih banyak bertitik berat pada kepentingan pemerintah (rezim) daripada kepentingan nasional.
Tanpa adanya strategi keamanan nasional yang kokoh, tujuan yang jelas dan fokus, lalu bagaimana merancang strategi? Strategi pertahanan merupakan turunan dari strategi keamanan nasional. Memang bisa saja kita merancang strategi dan kemudian melaksanakan force planning, tetapi karena dasarnya tidak kokoh maka hasilnya adalah suatu kekuatan pertahanan yang tidak sesuai alias mismatch dengan kepentingan nasional. Harap diingat bahwa kepentingan nasional yang harus diamankan oleh militer bukan saja soal hidup matinya negara, keutuhan wilayah dan hal-hal lain yang klasik, tetapi juga menyentuh isu-isu kontemporer yang terkait dengan kepentingan nasional.
Apa hubungan antara strategi dengan hari esok? Jawabannya singkat, strategi dirancang untuk menyeimbangkan antara menjawab tantangan hari ini (masa kini) dengan perencanaan untuk menggarisbawahi kemungkinan-kemungkinan alternatif di hari esok (masa depan). Akan tetapi dalam dunia nyata, merancang strategi yang mampu menjawab tantangan saat ini dan perencanaan hari esok tidaklah semudah membalik telapak tangan.
Terdapat banyak variabel yang harus diperhatikan dalam merancang strategi berikut force planning yang muncul sebagai turunan dari strategi. Dari sekian banyak variabel tersebut, secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam dua grup. Yaitu lingkungan keamanan pada satu sisi dan keterbatasan sumber daya pada sisi lain.
Dihadapkan pada kondisi demikian, setiap negara merancang strategi untuk jangka waktu tertentu. Karena seiring dengan berjalannya waktu, negara-negara di dunia biasanya akan melakukan penilaian ulang terhadap kepentingan nasionalnya. Sebagai contoh, strategi keamanan nasional Amerika Serikat di era Perang Dingin dan peralihan Perang Dingin ke pasca Perang Dingin, menekankan pada aspek militer berupa containment terhadap Uni Soviet. Ketika tampuk kekuasaan di Gedung Putih beralih kepada generasi Baby Boomer yang dimotori oleh Presiden Bill Clinton, strategi keamanan nasional Amerika Serikat mengalami enlargement dengan lebih menekankan pada aspek ekonomi dan membatasi keterlibatan militer pada masalah-masalah internasional.
Tidak heran kalau di era Clinton (1993-2001), kesejahteraan rakyat Amerika Serikat meningkat pesat. Rakyat negeri itu di masa tersebut menikmati pertumbuhan ekonomi yang berimbas pada peningkatan kemakmuran mereka. Pada sisi lain, keterlibatan militer Paman Sam dalam urusan keamanan internasional lebih menitikberatkan pada peran peacekeeping. Misalnya dalam kasus Somalia, Haiti dan Kosovo.
Kembali kepada isu strategi dan hari esok, bagaimana dengan Indonesia? Pertanyaan ini sulit untuk dijawab. Sebab negeri ini tidak memiliki Strategi Keamanan Nasional, yang tersedia adalah Kebijakan Pertahanan Negara.
Dalam kebijakan tersebut, memang sudah ditetapkan kriteria atau penggolongan kepentingan nasional. Namun sejauh ini belum diidentifikasi aktor siapa saja yang dalam beberapa tahun ke depan potensial mengancam kepentingan nasional tersebut. Selain itu, belum ada pembedaan mana yang tergolong threat, mana yang vulnerabilities, mana yang challenges. Dan mana pula yang tergolong opportunities.
Kondisi dunia yang sudah berubah dari 30 tahun silam membuat kita tidak dapat lagi memakai parameter ATHG. Parameter ATHG latar belakangnya, sepengetahuan saya, tidak lepas dari masalah ideologis di masa lalu dan kepentingan rezim saat itu untuk mengamankan kekuasaan. Jadi ATHG, menurut hemat saya, lebih banyak bertitik berat pada kepentingan pemerintah (rezim) daripada kepentingan nasional.
Tanpa adanya strategi keamanan nasional yang kokoh, tujuan yang jelas dan fokus, lalu bagaimana merancang strategi? Strategi pertahanan merupakan turunan dari strategi keamanan nasional. Memang bisa saja kita merancang strategi dan kemudian melaksanakan force planning, tetapi karena dasarnya tidak kokoh maka hasilnya adalah suatu kekuatan pertahanan yang tidak sesuai alias mismatch dengan kepentingan nasional. Harap diingat bahwa kepentingan nasional yang harus diamankan oleh militer bukan saja soal hidup matinya negara, keutuhan wilayah dan hal-hal lain yang klasik, tetapi juga menyentuh isu-isu kontemporer yang terkait dengan kepentingan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar