All hands,
Angkatan Laut menganut pendekatan sistem senjata dalam operasinya. Maksudnya, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dibutuhkan sinergi antara berbagai sub sistem senjata menjadi satu sistem yang satu dan padu. Tidak ada satu sub sistem senjata dalam Angkatan Laut yang dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan tanpa dukungan, kontribusi dan peran dan bermacam sub sistem senjata lainnya. Dengan demikian, sistem senjata Angkatan Laut tidak menganut pendekatan system of the system.
Pemahaman dan paradigma sistem senjata ini hendaknya dipahami oleh semua pihak terkait di Angkatan Laut. Dengan demikian, dalam pengadaan sistem senjata pendekatan yang ditempuh merupakan pendekatan komprehensif yang melibatkan semua sub sistem. Sebagai contoh adalah kapal perang sebagai simbol eksistensi Angkatan Laut. Pengadaan kapal perang bukan semata soal pembelian kapal perang lengkap dengan segenap sistem senjata yang ada di dalamnya, tetapi juga harus didukung oleh interoperability kapal perang itu dengan kapal perang lainnya, termasuk kapal selam, dukungan logistik berkelanjutan dari pabrikan dan tidak luput pula kesiapan infrastruktur pangkalan di mana kapal perang itu akan beroperasi serta kesiapan sumber daya manusia pengawak.
Kapal perang sangat boleh dilengkapi dengan berbagai sistem senjata yang mematikan, baik rudal, torpedo, meriam maupun peralatan peperangan elektronika, tetapi tidak akan berarti apa-apa bila tidak didukung oleh dukungan logistik berkelanjutan dari pabrik. Kapal perang tidak berarti apa-apa pula bila infrastruktur pangkalan tidak mampu untuk mendukungnya. Kapal perang akan menjadi tidak berdaya pukul mematikan jikalau personel pengawaknya tidak mampu mengawaki dan mengeksploitasi sistem senjata yang mereka awaki.
Ujung dari semua itu adalah tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang tidak ditetapkan tak tercapai karena tidak mampu menghadirkan kapal perang di laut sesuai dengan kebutuhan operasional. Naval presence merupakan simbol dari eksistensi Angkatan Laut.
Terkait dengan hal tersebut, dalam pengadaan sistem senjata seperti kapal perang maupun pesawat udara hendaknya menganut pendekatan komprehensif. Bahwa yang dibeli atau diadakan itu adalah sebuah sistem, bukan satu jenis material saja. Artinya, energi jangan dihabiskan untuk mengatur bagaimana kapal perang yang diinginkan bisa hadir tetap waktu dan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, tetapi harus pula disisihkan untuk membeli atau membuat ada sistem pendukungnya, baik material maupun non material.
Angkatan Laut menganut pendekatan sistem senjata dalam operasinya. Maksudnya, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dibutuhkan sinergi antara berbagai sub sistem senjata menjadi satu sistem yang satu dan padu. Tidak ada satu sub sistem senjata dalam Angkatan Laut yang dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan tanpa dukungan, kontribusi dan peran dan bermacam sub sistem senjata lainnya. Dengan demikian, sistem senjata Angkatan Laut tidak menganut pendekatan system of the system.
Pemahaman dan paradigma sistem senjata ini hendaknya dipahami oleh semua pihak terkait di Angkatan Laut. Dengan demikian, dalam pengadaan sistem senjata pendekatan yang ditempuh merupakan pendekatan komprehensif yang melibatkan semua sub sistem. Sebagai contoh adalah kapal perang sebagai simbol eksistensi Angkatan Laut. Pengadaan kapal perang bukan semata soal pembelian kapal perang lengkap dengan segenap sistem senjata yang ada di dalamnya, tetapi juga harus didukung oleh interoperability kapal perang itu dengan kapal perang lainnya, termasuk kapal selam, dukungan logistik berkelanjutan dari pabrikan dan tidak luput pula kesiapan infrastruktur pangkalan di mana kapal perang itu akan beroperasi serta kesiapan sumber daya manusia pengawak.
Kapal perang sangat boleh dilengkapi dengan berbagai sistem senjata yang mematikan, baik rudal, torpedo, meriam maupun peralatan peperangan elektronika, tetapi tidak akan berarti apa-apa bila tidak didukung oleh dukungan logistik berkelanjutan dari pabrik. Kapal perang tidak berarti apa-apa pula bila infrastruktur pangkalan tidak mampu untuk mendukungnya. Kapal perang akan menjadi tidak berdaya pukul mematikan jikalau personel pengawaknya tidak mampu mengawaki dan mengeksploitasi sistem senjata yang mereka awaki.
Ujung dari semua itu adalah tidak tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang tidak ditetapkan tak tercapai karena tidak mampu menghadirkan kapal perang di laut sesuai dengan kebutuhan operasional. Naval presence merupakan simbol dari eksistensi Angkatan Laut.
Terkait dengan hal tersebut, dalam pengadaan sistem senjata seperti kapal perang maupun pesawat udara hendaknya menganut pendekatan komprehensif. Bahwa yang dibeli atau diadakan itu adalah sebuah sistem, bukan satu jenis material saja. Artinya, energi jangan dihabiskan untuk mengatur bagaimana kapal perang yang diinginkan bisa hadir tetap waktu dan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, tetapi harus pula disisihkan untuk membeli atau membuat ada sistem pendukungnya, baik material maupun non material.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar