All hands,
Doktrin adalah suatu pemikiran yang bersifat dinamis dan dapat berubah ketika dinilai perlu untuk berubah. Doktrin bukanlah suatu dogma yang harus diperlakukan secara sakral layak kitab suci agama. Dengan demikian perubahan doktrin merupakan suatu keniscayaan.
Contoh termutakhir adalah Angkatan Laut India. Setelah serangan teroris di Mumbai pada 2008, Angkatan Laut Negeri Rabindranath Tagore melaksanakan sejumlah tindakan pembenahan internal. Setelah membentuk Indian Coastal Command yang berada di bawah Angkatan Laut, langkah berikutnya adalah memperbarui doktrin yang hasilnya diluncurkan pada 28 Agustus 2009. Dalam doktrin maritim India terbaru, penekanan diberikan pada praktek penggunaan kekuatan Angkatan Laut untuk memerangi terorisme maritim dan pembajakan dan berperang dan menjaga keamanan pantai. Berikutnya, India merumuskan peran Angkatan Lautnya dalam empat bentuk, yaitu militer, diplomasi, konstabulari dan benign.
Dari pembaruan doktrin maritim India, terdapat beberapa hal yang penting untuk dijadikan lesson learned oleh Indonesia. Pertama, doktrin dapat berubah kapan saja ketika situasi operasional membutuhkan hal tersebut. Tentu saja ada parameter apa saja yang dikategorikan sebagai kebutuhan situasi operasional, yang dikaitkan dengan kepentingan nasional. Ancaman terhadap kepentingan nasional yang survival dan important bisa digolongkan sebagai kebutuhan situasi operasional.
Kedua, dukungan politik yang kuat untuk memerangi terorisme maritim, pembajakan dan sejenisnya. Angkatan Laut India menikmati dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk memerangi aksi-aksi tersebut. Sebab aksi-aksi itu terjadi pada domain maritim yang merupakan birthright Angkatan Laut. Sebaliknya, polisi India pun tidak berani merebut lahan itu karena sadar maritim bukan domain mereka dan masalah di domain maritim adalah masalah kedaulatan, bukan sekedar penegakan hukum.
Ketiga, Angkatan Laut India berani berbeda dalam merumuskan perannya. Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa secara umum peran Angkatan Laut terdiri dari tiga, yakni militer, diplomasi dan konstabulari. Rumusan itu dirancang oleh Kenneth Booth, salah satu ahli strategi maritim dari Negeri Ratu Elizabeth II. India sesuai dengan kepentingan nasionalnya berani menambahkan satu peran yang berdiri sendiri, yaitu benign, yang di negara lain kadangkala digabungkan dengan peran konstabulari.
Mempelajari doktrin Angkatan Laut India versi 2004 (sebelum diperbarui 2009), sangat jelas terbaca bahwa doktrin itu bisa diaplikasikan. Sebab materi-materi yang dibahas di dalamnya bersifat aplikasi, bukan lagi nilai-nilai filosofis dan atau kutipan aturan hukum. Itulah salah satu perbedaan antara doktrin Angkatan Laut India dengan Doktrin Eka Sasana Jaya yang dianut oleh Indonesia.
Doktrin adalah suatu pemikiran yang bersifat dinamis dan dapat berubah ketika dinilai perlu untuk berubah. Doktrin bukanlah suatu dogma yang harus diperlakukan secara sakral layak kitab suci agama. Dengan demikian perubahan doktrin merupakan suatu keniscayaan.
Contoh termutakhir adalah Angkatan Laut India. Setelah serangan teroris di Mumbai pada 2008, Angkatan Laut Negeri Rabindranath Tagore melaksanakan sejumlah tindakan pembenahan internal. Setelah membentuk Indian Coastal Command yang berada di bawah Angkatan Laut, langkah berikutnya adalah memperbarui doktrin yang hasilnya diluncurkan pada 28 Agustus 2009. Dalam doktrin maritim India terbaru, penekanan diberikan pada praktek penggunaan kekuatan Angkatan Laut untuk memerangi terorisme maritim dan pembajakan dan berperang dan menjaga keamanan pantai. Berikutnya, India merumuskan peran Angkatan Lautnya dalam empat bentuk, yaitu militer, diplomasi, konstabulari dan benign.
Dari pembaruan doktrin maritim India, terdapat beberapa hal yang penting untuk dijadikan lesson learned oleh Indonesia. Pertama, doktrin dapat berubah kapan saja ketika situasi operasional membutuhkan hal tersebut. Tentu saja ada parameter apa saja yang dikategorikan sebagai kebutuhan situasi operasional, yang dikaitkan dengan kepentingan nasional. Ancaman terhadap kepentingan nasional yang survival dan important bisa digolongkan sebagai kebutuhan situasi operasional.
Kedua, dukungan politik yang kuat untuk memerangi terorisme maritim, pembajakan dan sejenisnya. Angkatan Laut India menikmati dukungan politik yang kuat dari pemerintah untuk memerangi aksi-aksi tersebut. Sebab aksi-aksi itu terjadi pada domain maritim yang merupakan birthright Angkatan Laut. Sebaliknya, polisi India pun tidak berani merebut lahan itu karena sadar maritim bukan domain mereka dan masalah di domain maritim adalah masalah kedaulatan, bukan sekedar penegakan hukum.
Ketiga, Angkatan Laut India berani berbeda dalam merumuskan perannya. Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa secara umum peran Angkatan Laut terdiri dari tiga, yakni militer, diplomasi dan konstabulari. Rumusan itu dirancang oleh Kenneth Booth, salah satu ahli strategi maritim dari Negeri Ratu Elizabeth II. India sesuai dengan kepentingan nasionalnya berani menambahkan satu peran yang berdiri sendiri, yaitu benign, yang di negara lain kadangkala digabungkan dengan peran konstabulari.
Mempelajari doktrin Angkatan Laut India versi 2004 (sebelum diperbarui 2009), sangat jelas terbaca bahwa doktrin itu bisa diaplikasikan. Sebab materi-materi yang dibahas di dalamnya bersifat aplikasi, bukan lagi nilai-nilai filosofis dan atau kutipan aturan hukum. Itulah salah satu perbedaan antara doktrin Angkatan Laut India dengan Doktrin Eka Sasana Jaya yang dianut oleh Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar