05 Oktober 2009

Gugur Demi Kemakmuran

All hands,
Adakah perbedaan signifikan antara kekuatan militer Indonesia hari ini dibandingkan hari yang sama tahun lalu? Apakah ada penambahan kekuatan secara signifikan? Apakah ada peningkatan kualitas personel? Ataukah justru hari ini kekuatan militer Indonesia mengalami kemunduran dibandingkan hari yang sama tahun lalu?
Dalam setahun ini, banyak peristiwa yang mempengaruhi kekuatan militer Indonesia. Mulai dari seringnya kecelakaan sistem senjata hingga kenaikan anggaran pertahanan dengan bonus penundaan pengadaan sistem senjata baru. Dari rangkaian peristiwa itu, sangat jelas tergambar bahwa kekuatan militer Indonesia tengah mengalami tekanan eksternal yang berimbas pada internal.
Tekanan eksternal bersumber dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada pertahanan dan militer, khususnya dalam program modernisasi. Kekuatan militer negeri ini diperintahkan untuk tetap mengoperasikan sistem senjata yang sudah tidak ekonomis dengan dukungan anggaran yang di bawah standar. Ketika terjadi sejumlah kecelakaan menimpa sistem senjata itu, kebijakan yang ditempuh adalah menaikkan anggaran pemeliharaan, bukannya membeli sistem senjata baru. Alasannya sederhana, kekuatan militer harus berkorban demi kemakmuran.
Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa rekan-rekan dan senior-senior yang gugur saat mengoperasikan sistem senjata lama adalah korban dari ambisi untuk mencapai kemakmuran. Entah kapan kemakmuran itu akan tercapai. Artinya, dalam batasan waktu yang belum jelas pula personel militer negeri ini harus siap gugur demi kemakmuran. Bukan gugur di medan laga menghadapi lawan yang mengancam kepentingan nasional.
Pada sisi lain, dinamika lingkungan keamanan membuat kekuatan militer negeri ini harus cepat menyesuaikan diri. Konflik masa kini kian kompleks dan tidak bisa dihadapi dengan pendekatan dan cara-cara lama. Masalahnya adalah paradigma lama masih mewarnai militer Indonesia, khususnya pada aspek profesionalisme militer. Lihat saja doktrin militer negeri ini yang sulit untuk dipahami, apalagi dioperasionalkan.
Lalu bagaimana untuk menjadi kekuatan militer yang profesional, apabila perangkat lunaknya saja sudah ketinggalan. Sehingga masalah yang dihadapi menjadi sempurna, yaitu perangkat kerasnya yang ketinggalan karena ketidakberpihakan pengambil keputusan dan perangkat lunaknya pun demikian. Untuk mengubah perangkat lunak agar sesuai dengan tantangan lingkungan keamanan, dibutuhkan perubahan paradigma. Perubahan paradigma ini berbeda dengan 10 tahun, sebab 10 tahun lalu adalah mengubah paradigma agar tidak berpolitik lagi baik sebagai tugas pokok maupun tugas tambahan. Sekarang tuntutannya adalah mengubah paradigma dalam memandang perang dan konflik masa kini.
Kembali ke pertanyaan awal, adakah perbedaan signifikan antara kekuatan militer Indonesia hari ini dibandingkan hari yang sama tahun lalu?

Tidak ada komentar: