All hands,
Singapura sebagai negeri penampung para koruptor dan uang haram dari Indonesia kini merupakan kekuatan militer terkuat di kawasan Asia Tenggara. Namun demikian, terdapat kecenderungan bahwa keunggulan militer negeri yang disebut oleh Presiden B.J. Habibie sebagai The Red Dot ke depan sedikit demi sedikit mulai ditandingi oleh beberapa negara di sekitarnya. Termasuk oleh Indonesia yang kini tengah berfokus mengembangkan rudal jelajah jarak jauh.
Dalam arsenal Angkatan Laut Indonesia, sekarang terdapat beberapa rudal jelajah yang dapat ditembakkan jarak jauh dengan sasaran yaitu The Red Dot. Selain itu, Indonesia tengah mengembangkan roket jarak jauh yang karena sifatnya yang dual use dapat diubah menjadi rudal jelajah. Artinya Negeri The Red Dot boleh saja punya bermacam kapal perang dan pesawat tempur yang canggih, tetapi tidak dapat mengabaikan begitu saja ancaman rudal jarak jauh yang dipunyai oleh negara-negara di sekitarnya.
Kondisi yang akan dihadapi oleh The Red Dot sama dengan yang dihadapi oleh mentornya di Timur Tengah, yaitu Israel. Negeri pengacau stabilitas di kawasan Timur Tengah itu terus mengembangkan sistem pertahanan rudal, mulai dari tingkatan terendah hingga tingkatan tertinggi. Selain mengandalkan pada teknologi lokal, Negeri Zionis juga mengandalkan pada teknologi pertahanan rudal dari Amerika Serikat selaku induk semangnya.
Artinya, Negeri The Red Dot cepat atau lambat pasti akan mengembangkan teknologi anti rudal. Selain berpangkalan di darat, dapat dipastikan akan ada sejumlah kapal perang milik The Red Dot yang akan dipasangi teknologi Aegis atau sejenisnya bagi kepentingan pertahanan rudal. Soal mendapatkan lisensi teknologi Aegis dari Amerika Serikat tidak akan sulit bagi The Red Dot, meskipun negeri itu tidak demokratis dan kurang menghargai hak asasi manusia sebagai dua hal yang selalu dikampanyekan oleh Washington ke seluruh dunia.
Singapura sebagai negeri penampung para koruptor dan uang haram dari Indonesia kini merupakan kekuatan militer terkuat di kawasan Asia Tenggara. Namun demikian, terdapat kecenderungan bahwa keunggulan militer negeri yang disebut oleh Presiden B.J. Habibie sebagai The Red Dot ke depan sedikit demi sedikit mulai ditandingi oleh beberapa negara di sekitarnya. Termasuk oleh Indonesia yang kini tengah berfokus mengembangkan rudal jelajah jarak jauh.
Dalam arsenal Angkatan Laut Indonesia, sekarang terdapat beberapa rudal jelajah yang dapat ditembakkan jarak jauh dengan sasaran yaitu The Red Dot. Selain itu, Indonesia tengah mengembangkan roket jarak jauh yang karena sifatnya yang dual use dapat diubah menjadi rudal jelajah. Artinya Negeri The Red Dot boleh saja punya bermacam kapal perang dan pesawat tempur yang canggih, tetapi tidak dapat mengabaikan begitu saja ancaman rudal jarak jauh yang dipunyai oleh negara-negara di sekitarnya.
Kondisi yang akan dihadapi oleh The Red Dot sama dengan yang dihadapi oleh mentornya di Timur Tengah, yaitu Israel. Negeri pengacau stabilitas di kawasan Timur Tengah itu terus mengembangkan sistem pertahanan rudal, mulai dari tingkatan terendah hingga tingkatan tertinggi. Selain mengandalkan pada teknologi lokal, Negeri Zionis juga mengandalkan pada teknologi pertahanan rudal dari Amerika Serikat selaku induk semangnya.
Artinya, Negeri The Red Dot cepat atau lambat pasti akan mengembangkan teknologi anti rudal. Selain berpangkalan di darat, dapat dipastikan akan ada sejumlah kapal perang milik The Red Dot yang akan dipasangi teknologi Aegis atau sejenisnya bagi kepentingan pertahanan rudal. Soal mendapatkan lisensi teknologi Aegis dari Amerika Serikat tidak akan sulit bagi The Red Dot, meskipun negeri itu tidak demokratis dan kurang menghargai hak asasi manusia sebagai dua hal yang selalu dikampanyekan oleh Washington ke seluruh dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar