All hands,
Sistem senjata kapal perang terdiri dari beragam sub sistem, seperti meriam, rudal, sonar, deep charge, torpedo, fire control system, combat management system alias sewaco dan lain sebagainya. Setiap kelas kapal perang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda terhadap berbagai sub sistem itu. Misalnya, ada kapal perang kelas tertentu yang harus mengusung sekian torpedo dalam sekali berlayar/patroli, sehingga harus didukung sekian pula torpedo di depo arsenal. Ada pula kapal perang kelas tentu yang harus membawa sekian rudal dalam sekali berlayar/patroli, sehingga cadangan rudalnya pun di depo harus sekian pula jumlahnya.
Itu baru pada jenis senjata saja, belum lagi sub sistem pendukungnya seperti fire control system dan lainnya. Artinya menjadi pekerjaan besar bagi komunitas logistik untuk merencanakan secara matang berapa besar kebutuhan berbagai sub sistem senjata itu dalam jangka menengah maupun panjang. Dari hasil kalkulasi itu maka akan keluar besaran jumlah sub sistem yang dibutuhkan dan kemudian berkonsekuensi pada anggaran.
Dari gambaran sederhana ini jelas bahwa mengelola logistik senjata Angkatan Laut saja tidak mudah. Sebab setiap sub sistem senjata saja memiliki ratusan atau ribuan item suku cadang yang harus didukung. Konsekuensinya, biaya pengadaan, pemeliharaan dan operasional senjata Angkatan Laut tidak murah.
Karena dalam pembangunan kekuatan menganut adagium bahwa sumber daya terbatas, menjadi tantangan bagi kita untuk bisa menghitung berapa kebutuhan nyata untuk berbagai sub sistem senjata pada kapal perang. Keluaran dari itu adalah nilai rupiah. Dengan berhitung seperti itu, menjadi jelas berapa kebutuhan Angkatan Laut yang harus diajukan kepada pemerintah.
Sistem senjata kapal perang terdiri dari beragam sub sistem, seperti meriam, rudal, sonar, deep charge, torpedo, fire control system, combat management system alias sewaco dan lain sebagainya. Setiap kelas kapal perang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda terhadap berbagai sub sistem itu. Misalnya, ada kapal perang kelas tertentu yang harus mengusung sekian torpedo dalam sekali berlayar/patroli, sehingga harus didukung sekian pula torpedo di depo arsenal. Ada pula kapal perang kelas tentu yang harus membawa sekian rudal dalam sekali berlayar/patroli, sehingga cadangan rudalnya pun di depo harus sekian pula jumlahnya.
Itu baru pada jenis senjata saja, belum lagi sub sistem pendukungnya seperti fire control system dan lainnya. Artinya menjadi pekerjaan besar bagi komunitas logistik untuk merencanakan secara matang berapa besar kebutuhan berbagai sub sistem senjata itu dalam jangka menengah maupun panjang. Dari hasil kalkulasi itu maka akan keluar besaran jumlah sub sistem yang dibutuhkan dan kemudian berkonsekuensi pada anggaran.
Dari gambaran sederhana ini jelas bahwa mengelola logistik senjata Angkatan Laut saja tidak mudah. Sebab setiap sub sistem senjata saja memiliki ratusan atau ribuan item suku cadang yang harus didukung. Konsekuensinya, biaya pengadaan, pemeliharaan dan operasional senjata Angkatan Laut tidak murah.
Karena dalam pembangunan kekuatan menganut adagium bahwa sumber daya terbatas, menjadi tantangan bagi kita untuk bisa menghitung berapa kebutuhan nyata untuk berbagai sub sistem senjata pada kapal perang. Keluaran dari itu adalah nilai rupiah. Dengan berhitung seperti itu, menjadi jelas berapa kebutuhan Angkatan Laut yang harus diajukan kepada pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar