All hands,
Setelah KRI DPN-365 menyelesaikan misi selama enam bulan dalam UNIFIL MTF, hingga kini terjadi kekosongan pada posisi yang disiapkan oleh Indonesia di Lebanon. Sebab kapal pengganti KRI DPN-365 yaitu KRI FKO-368 belum disebarkan ke Lebanon. Soal penyebab belum disebarkannya unsur KRI itu sebenarnya bukan masalah teknis, tetapi menyangkut komitmen politik pemerintah Indonesia.
Komitmen politik pemerintah dalam partisipasi operasi perdamaian PBB patut untuk dipertanyakan. Kalau untuk menyebarkan kekuatan darat, pemerintah tidak mempunyai pertimbangan yang banyak dan rumit. Sebaliknya ketika unsur yang harus disebarkan adalah kekuatan laut berupa unsur kapal perang, beragam pertimbangan yang rumit muncul. Ujung dari semua kerumitan itu adalah dimunculkannya masalah ketersediaan anggaran dan reimbursement dari PBB.
Di situlah terjadi ironi. Kalau memang pemerintah memang berambisi meningkatkan partisipasi Indonesia dalam operasi perdamaian PBB, seharusnya tidak bersikap diskriminatif terhadap unsur yang akan disebarkan. Soal anggaran adalah konsekuensi dari komitmen politik tersebut. Kalau tidak mau disibukkan dengan anggaran untuk menyebarkan unsur kapal perang Angkatan Laut negeri ini ke Lebanon, sebaiknya tidak perlu berambisi meningkatkan partisipasi Indonesia.
Memang dalam perkembangan terakhir ada kecenderungan kuat bahwa KRI FKO-368 akan disebarkan ke Lebanon tahun 2010. Namun disayangkan adanya kekosongan posisi Indonesia dalam UNIFIL MTF terhitung sejak KRI DPN-365 mengakhiri misinya sampai dengan KRI FKO-368 memulai misinya. Untuk mengirimkan KRI FKO-368 bergabung dalam MTF, ada persiapan teknis yang harus dilakukan. Baik di dalam Angkatan Laut sendiri maupun antara Indonesia dengan PBB.
Setelah KRI DPN-365 menyelesaikan misi selama enam bulan dalam UNIFIL MTF, hingga kini terjadi kekosongan pada posisi yang disiapkan oleh Indonesia di Lebanon. Sebab kapal pengganti KRI DPN-365 yaitu KRI FKO-368 belum disebarkan ke Lebanon. Soal penyebab belum disebarkannya unsur KRI itu sebenarnya bukan masalah teknis, tetapi menyangkut komitmen politik pemerintah Indonesia.
Komitmen politik pemerintah dalam partisipasi operasi perdamaian PBB patut untuk dipertanyakan. Kalau untuk menyebarkan kekuatan darat, pemerintah tidak mempunyai pertimbangan yang banyak dan rumit. Sebaliknya ketika unsur yang harus disebarkan adalah kekuatan laut berupa unsur kapal perang, beragam pertimbangan yang rumit muncul. Ujung dari semua kerumitan itu adalah dimunculkannya masalah ketersediaan anggaran dan reimbursement dari PBB.
Di situlah terjadi ironi. Kalau memang pemerintah memang berambisi meningkatkan partisipasi Indonesia dalam operasi perdamaian PBB, seharusnya tidak bersikap diskriminatif terhadap unsur yang akan disebarkan. Soal anggaran adalah konsekuensi dari komitmen politik tersebut. Kalau tidak mau disibukkan dengan anggaran untuk menyebarkan unsur kapal perang Angkatan Laut negeri ini ke Lebanon, sebaiknya tidak perlu berambisi meningkatkan partisipasi Indonesia.
Memang dalam perkembangan terakhir ada kecenderungan kuat bahwa KRI FKO-368 akan disebarkan ke Lebanon tahun 2010. Namun disayangkan adanya kekosongan posisi Indonesia dalam UNIFIL MTF terhitung sejak KRI DPN-365 mengakhiri misinya sampai dengan KRI FKO-368 memulai misinya. Untuk mengirimkan KRI FKO-368 bergabung dalam MTF, ada persiapan teknis yang harus dilakukan. Baik di dalam Angkatan Laut sendiri maupun antara Indonesia dengan PBB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar