All hands,
KRI DPN-365 yang tergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force telah pulang ke pangkalan induknya pertengahan November 2009. Kini masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab apakah Angkatan Laut Indonesia akan melanjutkan partisipasinya dalam UNIFIL MTF. Untuk menjawab pertanyaan itu, yang paling pantas menjawab adalah pemerintah. Sebab meskipun secara teknis Angkatan Laut negeri ini telah menyiapkan kapal pengganti, namun semuanya kembali kepada dukungan anggaran yang disiapkan oleh pemerintah.
Dukungan anggaran tersebut bukan semata untuk kepentingan operasional sejak berangkat dari tanah air, tetapi juga melengkapi kapal tersebut beserta helikopter pendukungnya agar memenuhi standar yang ditetapkan oleh PBB. Artinya dibutuhkan sejumlah dana yang besarannya bisa dihitung untuk melengkapi kapal yang akan dikirim ke UNIFIL MTF. Besaran dananya bisa direka sebab Angkatan Laut sudah mempunyai pengalaman dalam melengkapi KRI DPN-365.
Salah satu kekurangan Angkatan Laut negeri ini adalah kemampuan interoperability dengan Angkatan Laut asing. Melalui partisipasi dalam UNIFIL MTF, kekurangan tersebut dapat dibenahi sebab banyak pengalaman interoperability yang didapat di sana. Namun akan lebih baik apabila yang mendapat pengalaman interoperability bukan semata awak KRI DPN-365, tetapi juga awak KRI lainnya. Di situlah pentingnya Indonesia meneruskan partisipasinya dalam UNIFIL MTF.
Pada akhirnya keputusan ditentukan oleh pemerintah. Kalau pemerintah negeri ini masih berpihak kepada Angkatan Laut untuk meningkatkan profesionalismenya, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan partisipasi Angkatan Laut dalam operasi perdamaian maritim PBB di Lebanon. Kecuali kalau operasi perdamaian masih dipandang dari aspek pasukan yang mengutamakan semangat juang saja.
KRI DPN-365 yang tergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force telah pulang ke pangkalan induknya pertengahan November 2009. Kini masih menjadi pertanyaan yang belum terjawab apakah Angkatan Laut Indonesia akan melanjutkan partisipasinya dalam UNIFIL MTF. Untuk menjawab pertanyaan itu, yang paling pantas menjawab adalah pemerintah. Sebab meskipun secara teknis Angkatan Laut negeri ini telah menyiapkan kapal pengganti, namun semuanya kembali kepada dukungan anggaran yang disiapkan oleh pemerintah.
Dukungan anggaran tersebut bukan semata untuk kepentingan operasional sejak berangkat dari tanah air, tetapi juga melengkapi kapal tersebut beserta helikopter pendukungnya agar memenuhi standar yang ditetapkan oleh PBB. Artinya dibutuhkan sejumlah dana yang besarannya bisa dihitung untuk melengkapi kapal yang akan dikirim ke UNIFIL MTF. Besaran dananya bisa direka sebab Angkatan Laut sudah mempunyai pengalaman dalam melengkapi KRI DPN-365.
Salah satu kekurangan Angkatan Laut negeri ini adalah kemampuan interoperability dengan Angkatan Laut asing. Melalui partisipasi dalam UNIFIL MTF, kekurangan tersebut dapat dibenahi sebab banyak pengalaman interoperability yang didapat di sana. Namun akan lebih baik apabila yang mendapat pengalaman interoperability bukan semata awak KRI DPN-365, tetapi juga awak KRI lainnya. Di situlah pentingnya Indonesia meneruskan partisipasinya dalam UNIFIL MTF.
Pada akhirnya keputusan ditentukan oleh pemerintah. Kalau pemerintah negeri ini masih berpihak kepada Angkatan Laut untuk meningkatkan profesionalismenya, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan partisipasi Angkatan Laut dalam operasi perdamaian maritim PBB di Lebanon. Kecuali kalau operasi perdamaian masih dipandang dari aspek pasukan yang mengutamakan semangat juang saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar