All hands,
Kunjungan Menteri Pertahanan Negeri Tukang Klaim ke Jakarta beberapa waktu lalu selain untuk membahas tentang sengketa di Laut Sulawesi, juga dimanfaatkan untuk menggolkan ide negeri itu untuk membentuk Dewan Industri Pertahanan Asia Tenggara. Dalam Dewan itu, Negeri Tukang Klaim akan menempatkan dirinya sebagai hub dari industri-industri pertahanan di kawasan Asia Tenggara. Dengan catatan, Singapura dikecualikan dari keanggotaan dewan itu, sebab sudah pasti Singapura tidak mau berada di bawah bayang-bayang Negeri Tukang Klaim.
Melalui dewan itu, kemampuan industri pertahanan di kawasan ini hendak diintegrasikan oleh Negeri Tukang Klaim. Alasannya demi efisiensi, yaitu pengurangan biaya pengembangan. Gagasan integrasi industri pertahanan oleh Negeri Tukang Klaim hendaknya dipertimbangkan dengan betul-betul oleh Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa harus begitu.
Pertama, reduksi kemampuan industri pertahanan Indonesia. Industri pertahanan Indonesia tengah mengalami suatu masa menuju era yang lebih baik saat ini walaupun dukungan dari pemerintah masih setengah hati. Bila proses yang dialami oleh industri pertahanan Indonesia berjalan mulus, harapan Indonesia untuk mengurangi minimal separuh ketergantungan dari pihak asing dapat dipenuhi pada sistem senjata tertentu. Apabila Indonesia menerima atau menyetujui gagasan Negeri Tukang Klaim, bukan tidak mungkin kemampuan industri pertahanan Indonesia tidak akan mencapai kondisi yang diharapkan, karena direduksi sedemikian rupa oleh Negeri Tukang Klaim lewat mekanisme ASEAN.
Kedua, ketergantungan baru Indonesia terhadap Negeri Tukang Klaim. Bila gagasan itu diterima, dikhawatirkan akan ada ketergantungan baru Indonesia pada Negeri Tukang Klaim yang tentu saja tidak menguntungkan bagi kepentingan nasional. Harap diingat bahwa Negeri Tukang Klaim adalah musuh kita dalam sengketa di Laut Sulawesi. Hanya bangsa yang bodoh yang akan menyerahkan nasib sistem senjata militernya kepada pihak musuh.
Ketiga, ASEAN bukan Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa mempunyai industri pertahanan bersama yang bernama EADS. EADS bisa eksis, walaupun di dalamnya tetap ada friksi di antara negara-negara pemegang saham utama, karena di Eropa integrasinya betul-betul sudah mapan dan lewat sejarah ratusan tahun. Sementara di Asia Tenggara, integrasi ASEAN hanyalah integrasi semu belaka. Tentu kita sudah paham bahwa hampir semua negara ASEAN mempunyai sengketa dengan negara ASEAN lainnya, belum lagi ada negara ASEAN yang menikam negara ASEAN lainnya dari belakang menggunakan FPDA.
Keempat, mengukuhkan peran Negeri Tukang Klaim di ASEAN. Menerima gagasan Dewan Industri Pertahanan Asia Tenggara dengan Negeri Tukang Klaim sama saja dengan mengukuhkan peran utama negeri itu dalam bidang industri pertahanan di kawasan ini. Dengan demikian, produk industri pertahanan Indonesia seperti FPB-57 dan lainnya dari PT PAL, CN-235 dan lainnya asal PT DI, industri roket dari Lapan dan lainnya sebagainya bukan tidak mungkin akan diklaim sebagai Made In Negeri Tukang Klaim. Kita bangsa Indonesia jangan pernah lupa dengan karakter culas bangsa yang satu itu dan karakter tersebut akan terus terbawa selama Negeri Tukang Klaim eksis.
Kunjungan Menteri Pertahanan Negeri Tukang Klaim ke Jakarta beberapa waktu lalu selain untuk membahas tentang sengketa di Laut Sulawesi, juga dimanfaatkan untuk menggolkan ide negeri itu untuk membentuk Dewan Industri Pertahanan Asia Tenggara. Dalam Dewan itu, Negeri Tukang Klaim akan menempatkan dirinya sebagai hub dari industri-industri pertahanan di kawasan Asia Tenggara. Dengan catatan, Singapura dikecualikan dari keanggotaan dewan itu, sebab sudah pasti Singapura tidak mau berada di bawah bayang-bayang Negeri Tukang Klaim.
Melalui dewan itu, kemampuan industri pertahanan di kawasan ini hendak diintegrasikan oleh Negeri Tukang Klaim. Alasannya demi efisiensi, yaitu pengurangan biaya pengembangan. Gagasan integrasi industri pertahanan oleh Negeri Tukang Klaim hendaknya dipertimbangkan dengan betul-betul oleh Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa harus begitu.
Pertama, reduksi kemampuan industri pertahanan Indonesia. Industri pertahanan Indonesia tengah mengalami suatu masa menuju era yang lebih baik saat ini walaupun dukungan dari pemerintah masih setengah hati. Bila proses yang dialami oleh industri pertahanan Indonesia berjalan mulus, harapan Indonesia untuk mengurangi minimal separuh ketergantungan dari pihak asing dapat dipenuhi pada sistem senjata tertentu. Apabila Indonesia menerima atau menyetujui gagasan Negeri Tukang Klaim, bukan tidak mungkin kemampuan industri pertahanan Indonesia tidak akan mencapai kondisi yang diharapkan, karena direduksi sedemikian rupa oleh Negeri Tukang Klaim lewat mekanisme ASEAN.
Kedua, ketergantungan baru Indonesia terhadap Negeri Tukang Klaim. Bila gagasan itu diterima, dikhawatirkan akan ada ketergantungan baru Indonesia pada Negeri Tukang Klaim yang tentu saja tidak menguntungkan bagi kepentingan nasional. Harap diingat bahwa Negeri Tukang Klaim adalah musuh kita dalam sengketa di Laut Sulawesi. Hanya bangsa yang bodoh yang akan menyerahkan nasib sistem senjata militernya kepada pihak musuh.
Ketiga, ASEAN bukan Uni Eropa. Negara-negara Uni Eropa mempunyai industri pertahanan bersama yang bernama EADS. EADS bisa eksis, walaupun di dalamnya tetap ada friksi di antara negara-negara pemegang saham utama, karena di Eropa integrasinya betul-betul sudah mapan dan lewat sejarah ratusan tahun. Sementara di Asia Tenggara, integrasi ASEAN hanyalah integrasi semu belaka. Tentu kita sudah paham bahwa hampir semua negara ASEAN mempunyai sengketa dengan negara ASEAN lainnya, belum lagi ada negara ASEAN yang menikam negara ASEAN lainnya dari belakang menggunakan FPDA.
Keempat, mengukuhkan peran Negeri Tukang Klaim di ASEAN. Menerima gagasan Dewan Industri Pertahanan Asia Tenggara dengan Negeri Tukang Klaim sama saja dengan mengukuhkan peran utama negeri itu dalam bidang industri pertahanan di kawasan ini. Dengan demikian, produk industri pertahanan Indonesia seperti FPB-57 dan lainnya dari PT PAL, CN-235 dan lainnya asal PT DI, industri roket dari Lapan dan lainnya sebagainya bukan tidak mungkin akan diklaim sebagai Made In Negeri Tukang Klaim. Kita bangsa Indonesia jangan pernah lupa dengan karakter culas bangsa yang satu itu dan karakter tersebut akan terus terbawa selama Negeri Tukang Klaim eksis.
1 komentar:
Setuju dengan semua point yang telah saudara utarakan diatas..
Semoga pimpinan RI bisa berpikir dalam kerangka pikiran yang lebih tegas dalam hal ini.
Posting Komentar