All hands,
Sejarah Cina menunjukkan bahwa selama ribuan tahun, bangsa itu tidak pernah merasa terancam dari laut. Baru pada abad ke-18 dan ke-19 negara itu mulai merasakan ancaman dari laut, melalui kedatangan bangsa Eropa yang memaksa negeri itu membuka diri dari isolasi. Kebutuhan negeri itu akan akses terhadap laut baru dirasakan mutlak ketika statusnya sudah menjadi pengimpor minyak. Cina merasa mutlak untuk mengamankan SLOC-nya dari ancaman “interupsi” oleh kekuatan maritim lainnya.
Perubahan status sebagai negeri pengimpor minyak pada 1993 telah didahului sebelumnya oleh perubahan strategi pertahanan Cina. Pada 1985 terjadi perubahan strategi pertahanan yang menekankan pada peperangan darat menjadi fokus pada domain maritim. Hal itu didorong oleh keyakinan para pengambil keputusan di Cina bahwa invasi Uni Soviet kecil kemungkinannya.
Fokus pada domain maritim berarti terciptanya perubahan pada strategi maritim Negeri Tirai Bambu. Sebelumnya strategi maritim Cina adalah Coastal Defense yang kini sudah berganti menjadi Offshore Defense. Strategi Offshore Defense selaras pula dengan prioritas pemerintahan Cina untuk memodernisasi ekonomi.
Pembangunan kekuatan laut Cina saat ini merupakan upaya mengimplementasikan Strategi Offshore Defense. Sejauh ini pencapaian strategi itu menurut hemat saya masih jauh dari harapan, walaupun secara kuantitas dan kualitas kapal perang Cina meningkat dibandingkan 10-20 tahun silam.
Apabila kita sering mendengar terminologi Two Island Chains, hal itu merupakan penerjemahan dari Offshore Defense. Namun dalam perkembangannya, Offshore Defense dipahami oleh pihak asing tidak lagi dibatasi oleh batasan geografis. Sebab dalam dokumen-dokumen resmi Cina tidak pernah dijelaskan jarak minimum dan maksimum dari strategi Offshore Defense.
Lepas dari itu semua, situasi saat ini dan hingga 20 tahun ke depan sepertinya masih sulit bagi Cina untuk betul-betul mengimplementasikan Strategi Offshore Defense. Strategi itu hanya bisa tercapai apabila negeri itu mampu melaksanakan pengendalian laut di SLOC-nya, bukan berapa banyak kapal perang yang dipunyai dalam susunan tempur. Dengan kata lain, ancaman Cina terhadap stabilitas kawasan lewat pembangunan kekuatan militernya seperti yang dihembuskan oleh Amerika Serikat di kawasan merupakan bagian dari kepentingan nasional Amerika Serikat sendiri.
Sejarah Cina menunjukkan bahwa selama ribuan tahun, bangsa itu tidak pernah merasa terancam dari laut. Baru pada abad ke-18 dan ke-19 negara itu mulai merasakan ancaman dari laut, melalui kedatangan bangsa Eropa yang memaksa negeri itu membuka diri dari isolasi. Kebutuhan negeri itu akan akses terhadap laut baru dirasakan mutlak ketika statusnya sudah menjadi pengimpor minyak. Cina merasa mutlak untuk mengamankan SLOC-nya dari ancaman “interupsi” oleh kekuatan maritim lainnya.
Perubahan status sebagai negeri pengimpor minyak pada 1993 telah didahului sebelumnya oleh perubahan strategi pertahanan Cina. Pada 1985 terjadi perubahan strategi pertahanan yang menekankan pada peperangan darat menjadi fokus pada domain maritim. Hal itu didorong oleh keyakinan para pengambil keputusan di Cina bahwa invasi Uni Soviet kecil kemungkinannya.
Fokus pada domain maritim berarti terciptanya perubahan pada strategi maritim Negeri Tirai Bambu. Sebelumnya strategi maritim Cina adalah Coastal Defense yang kini sudah berganti menjadi Offshore Defense. Strategi Offshore Defense selaras pula dengan prioritas pemerintahan Cina untuk memodernisasi ekonomi.
Pembangunan kekuatan laut Cina saat ini merupakan upaya mengimplementasikan Strategi Offshore Defense. Sejauh ini pencapaian strategi itu menurut hemat saya masih jauh dari harapan, walaupun secara kuantitas dan kualitas kapal perang Cina meningkat dibandingkan 10-20 tahun silam.
Apabila kita sering mendengar terminologi Two Island Chains, hal itu merupakan penerjemahan dari Offshore Defense. Namun dalam perkembangannya, Offshore Defense dipahami oleh pihak asing tidak lagi dibatasi oleh batasan geografis. Sebab dalam dokumen-dokumen resmi Cina tidak pernah dijelaskan jarak minimum dan maksimum dari strategi Offshore Defense.
Lepas dari itu semua, situasi saat ini dan hingga 20 tahun ke depan sepertinya masih sulit bagi Cina untuk betul-betul mengimplementasikan Strategi Offshore Defense. Strategi itu hanya bisa tercapai apabila negeri itu mampu melaksanakan pengendalian laut di SLOC-nya, bukan berapa banyak kapal perang yang dipunyai dalam susunan tempur. Dengan kata lain, ancaman Cina terhadap stabilitas kawasan lewat pembangunan kekuatan militernya seperti yang dihembuskan oleh Amerika Serikat di kawasan merupakan bagian dari kepentingan nasional Amerika Serikat sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar