All hands,
Harus diakui bahwa dalam merancang struktur kekuatan Angkatan Laut bukan suatu hal yang mudah, tetapi tidak pula suatu hal yang mustahil. Perancangan tersebut memiliki sejumlah tantangan terkait dengan dinamika lingkungan keamanan yang sangat cair. Dan semuanya bermuara pada kepentingan nasional yang harus diamankan, yang berimplikasi pada pertanyaan mendasar yaitu how much is enough?
Merancang struktur Angkatan Laut tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi harus terkait dengan strategi maritim yang dianut oleh suatu bangsa. Di situlah vitalnya eksistensi strategi maritim sebagai penuntun bagi Angkatan Laut dalam mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim.
Bagi Angkatan Laut tertentu, mereka sudah mempunyai rumusan tetap bagaimana merancang struktur kekuatannya. Sebagai contoh, apabila strategi pertahanan mewajibkan Angkatan Laut siap untuk bertempur di dua major theater war sekaligus, maka sebagian struktur kekuatan laut yang dirancang akan diarahkan untuk mengantisipasi skenario demikian. Sisa kekuatan lainnya didesain untuk hadir di perairan lainnya, engagement dan juga tugas-tugas HADR.
Namun bagi Angkatan Laut lain yang tidak mempunyai kawasan pelibatan yang tetap, isu mendesain struktur kekuatan menjadi lebih rumit. Indonesia pun nampaknya menghadapi tantangan demikian. Malah tantangan bagi Indonesia lebih besar, sebab strategi pertahanan yang dianut masih diawang-awang. Akibatnya selalu muncul keterputusan antara ends dengan means.
Walaupun tidak pernah dideklarasikan secara resmi, dalam prakteknya kawasan pelibatan Indonesia ada dua yakni Selat Malaka dan Laut Sulawesi. Di kedua perairan itu, kekuatan laut negeri ini harus hadir 24 jam. Di Selat Malaka kekuatan laut Indonesia bekerjasama dengan kekuatan laut Negeri Tukang Klaim, di Laut Sulawesi kedua kekuatan laut saling berhadap-hadapan.
Pertanyaannya, apakah struktur kekuatan laut negeri ini cukup dirancang dengan memperhatikan dua kawasan pelibatan itu? Bagaimana dengan kawasan pelibatan di wilayah timur, yang terbentang dari Selat Lombok sampai Selat Torres? Kita sebaiknya tidak menutup mata terhadap kebijakan pertahanan Australia.
Ketika kita berbicara mengenai struktur kekuatan, salah satu hal utama yang harus dikeluarkan dari perdebatan adalah soal anggaran. Anggaran itu urusan belakangan, sebab bila isu ini kita utamakan, maka sulit untuk berhitung dengan benar soal struktur kekuatan Angkatan Laut seperti apa yang dibutuhkan oleh negeri ini. Mari kita pahami bahwa anggaran adalah turunan dari sebuah program.
Di samping masalah kawasan pelibatan, sudah pasti harus diperhitungkan pula kebutuhan kapal perang di perairan lainnya di Indonesia, selain juga kebutuhan untuk melaksanakan operasi bhakti yang merupakan bagian dari HADR. Itulah tantangan yang dihadapi dalam menyusun struktur kekuatan yang dibutuhkan.
Struktur kekuatan Angkatan Laut dapat dirancang dengan akurat apabila strategi pertahanan yang dianut oleh pemerintah sudah membumi, bukan di awang-awang seperti saat ini. Akibat dari strategi pertahanan yang dianut sekarang, sulit untuk menjawab dengan pasti pertanyaan apakah struktur kekuatan Angkatan Laut yang eksis saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan mengamankan kepentingan nasional atau belum.
Harus diakui bahwa dalam merancang struktur kekuatan Angkatan Laut bukan suatu hal yang mudah, tetapi tidak pula suatu hal yang mustahil. Perancangan tersebut memiliki sejumlah tantangan terkait dengan dinamika lingkungan keamanan yang sangat cair. Dan semuanya bermuara pada kepentingan nasional yang harus diamankan, yang berimplikasi pada pertanyaan mendasar yaitu how much is enough?
Merancang struktur Angkatan Laut tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi harus terkait dengan strategi maritim yang dianut oleh suatu bangsa. Di situlah vitalnya eksistensi strategi maritim sebagai penuntun bagi Angkatan Laut dalam mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim.
Bagi Angkatan Laut tertentu, mereka sudah mempunyai rumusan tetap bagaimana merancang struktur kekuatannya. Sebagai contoh, apabila strategi pertahanan mewajibkan Angkatan Laut siap untuk bertempur di dua major theater war sekaligus, maka sebagian struktur kekuatan laut yang dirancang akan diarahkan untuk mengantisipasi skenario demikian. Sisa kekuatan lainnya didesain untuk hadir di perairan lainnya, engagement dan juga tugas-tugas HADR.
Namun bagi Angkatan Laut lain yang tidak mempunyai kawasan pelibatan yang tetap, isu mendesain struktur kekuatan menjadi lebih rumit. Indonesia pun nampaknya menghadapi tantangan demikian. Malah tantangan bagi Indonesia lebih besar, sebab strategi pertahanan yang dianut masih diawang-awang. Akibatnya selalu muncul keterputusan antara ends dengan means.
Walaupun tidak pernah dideklarasikan secara resmi, dalam prakteknya kawasan pelibatan Indonesia ada dua yakni Selat Malaka dan Laut Sulawesi. Di kedua perairan itu, kekuatan laut negeri ini harus hadir 24 jam. Di Selat Malaka kekuatan laut Indonesia bekerjasama dengan kekuatan laut Negeri Tukang Klaim, di Laut Sulawesi kedua kekuatan laut saling berhadap-hadapan.
Pertanyaannya, apakah struktur kekuatan laut negeri ini cukup dirancang dengan memperhatikan dua kawasan pelibatan itu? Bagaimana dengan kawasan pelibatan di wilayah timur, yang terbentang dari Selat Lombok sampai Selat Torres? Kita sebaiknya tidak menutup mata terhadap kebijakan pertahanan Australia.
Ketika kita berbicara mengenai struktur kekuatan, salah satu hal utama yang harus dikeluarkan dari perdebatan adalah soal anggaran. Anggaran itu urusan belakangan, sebab bila isu ini kita utamakan, maka sulit untuk berhitung dengan benar soal struktur kekuatan Angkatan Laut seperti apa yang dibutuhkan oleh negeri ini. Mari kita pahami bahwa anggaran adalah turunan dari sebuah program.
Di samping masalah kawasan pelibatan, sudah pasti harus diperhitungkan pula kebutuhan kapal perang di perairan lainnya di Indonesia, selain juga kebutuhan untuk melaksanakan operasi bhakti yang merupakan bagian dari HADR. Itulah tantangan yang dihadapi dalam menyusun struktur kekuatan yang dibutuhkan.
Struktur kekuatan Angkatan Laut dapat dirancang dengan akurat apabila strategi pertahanan yang dianut oleh pemerintah sudah membumi, bukan di awang-awang seperti saat ini. Akibat dari strategi pertahanan yang dianut sekarang, sulit untuk menjawab dengan pasti pertanyaan apakah struktur kekuatan Angkatan Laut yang eksis saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan mengamankan kepentingan nasional atau belum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar