All hands,
Latihan perang bagi kekuatan militer, termasuk Angkatan Laut merupakan kegiatan rutin untuk menguji taktik, strategi, sistem senjata, keterampilan personel dan lain sebagainya. Latihan perang seperti Armada Jaya merupakan puncak latihan yang didahului oleh latihan-latihan pada tingkat yang lebih rendah pada berbagai satuan atau Kotama mulai dari L-1 sampai L-4. Selain Armada Jaya, ada pula latihan perang gabungan yang melibatkan unsur AL dengan AU yakni Latgabla. Latihan lainnya adalah Lathanud Perkasa di bawah Kohanudnas yang juga melibatkan unsur-unsur AL, di samping tentunya Latgab TNI yang jauh lebih besar.
Dari semua latihan itu, ada baiknya bila kita perhatikan lokasi di mana latihan dilaksanakan. Penentuan lokasi latihan hendaknya senantiasa memperhatikan kondisi lingkungan keamanan yang terkait dengan kepentingan nasional Indonesia, bukan memperhatikan “rasa tidak enak” terhadap negara lain. Selama ini terkesan bahwa penentuan lokasi latihan perang berskala besar seringkali sangat mempertimbangkan “rasa tidak enak” terhadap negara lain di sekitar Indonesia.
Sebagai contoh, Latgab TNI 2008 meskipun digelar di perairan Kalimantan Timur namun posisinya masih ratusan mil laut dari wilayah sengketa Laut Sulawesi. Kenapa tidak di dekat wilayah sengketa sekalian? Yang penting adalah adanya pemberitahuan sejak awal kepada militer Negeri Tukang Klaim bahwa Indonesia ingin latihan di perairan sekitar Tarakan-Nunukan.
Indonesia sepertinya terlalu memperhatikan perasaan “tidak enak” terhadap negara lain daripada kepentingan nasionalnya sendiri. Sementara negara-negara lain ketika menggelar latihan perang tidak demikian terhadap Indonesia. Mereka cuma memberitahukan lewat saluran resmi sejak jauh-jauh hari bahwa pada tanggal sekian sampai tanggal sekian kami akan latihan perang di wilayah x.
Bagian dari Latgab TNI 2008 yang “agak berani” cuma latihan di Batam, itu pun kekuatan yang dikerahkan tidak semaksimal di perairan Kalimantan Timur. Mengapa demikian? Jawabannya lagi-lagi “rasa tidak enak”. Itu penyakit psikologis politik yang menjangkiti bukan saja pada domain militer, bahkan pada domain pemerintahan juga.
Penentuan lokasi latihan perang harus didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia, bukan memperhatikan perasaan negara di sekitar Indonesia. Kalau kepentingan nasional Indonesia menganggap pentingnya pertahanan di wilayah selatan, kenapa tidak berani menggelar latihan perang mulai dari Selat Lombok terus ke wilayah timur sampai ke Selat Torres. Apakah memperhatikan perasaan Australia selaras dengan kepentingan nasional Indonesia?
Idealnya, penentuan lokasi latihan perang melibatkan aparat pemerintah seperti Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri. Namun kondisi saat ini sepertinya menjadi meragukan apakah keduanya sudah bebas dari penyakit psikologis politik khas Indonesia atau tidak? Ataukah malah jajaran yang lebih atas juga mengidap penyakit yang sama?
Latihan perang bagi kekuatan militer, termasuk Angkatan Laut merupakan kegiatan rutin untuk menguji taktik, strategi, sistem senjata, keterampilan personel dan lain sebagainya. Latihan perang seperti Armada Jaya merupakan puncak latihan yang didahului oleh latihan-latihan pada tingkat yang lebih rendah pada berbagai satuan atau Kotama mulai dari L-1 sampai L-4. Selain Armada Jaya, ada pula latihan perang gabungan yang melibatkan unsur AL dengan AU yakni Latgabla. Latihan lainnya adalah Lathanud Perkasa di bawah Kohanudnas yang juga melibatkan unsur-unsur AL, di samping tentunya Latgab TNI yang jauh lebih besar.
Dari semua latihan itu, ada baiknya bila kita perhatikan lokasi di mana latihan dilaksanakan. Penentuan lokasi latihan hendaknya senantiasa memperhatikan kondisi lingkungan keamanan yang terkait dengan kepentingan nasional Indonesia, bukan memperhatikan “rasa tidak enak” terhadap negara lain. Selama ini terkesan bahwa penentuan lokasi latihan perang berskala besar seringkali sangat mempertimbangkan “rasa tidak enak” terhadap negara lain di sekitar Indonesia.
Sebagai contoh, Latgab TNI 2008 meskipun digelar di perairan Kalimantan Timur namun posisinya masih ratusan mil laut dari wilayah sengketa Laut Sulawesi. Kenapa tidak di dekat wilayah sengketa sekalian? Yang penting adalah adanya pemberitahuan sejak awal kepada militer Negeri Tukang Klaim bahwa Indonesia ingin latihan di perairan sekitar Tarakan-Nunukan.
Indonesia sepertinya terlalu memperhatikan perasaan “tidak enak” terhadap negara lain daripada kepentingan nasionalnya sendiri. Sementara negara-negara lain ketika menggelar latihan perang tidak demikian terhadap Indonesia. Mereka cuma memberitahukan lewat saluran resmi sejak jauh-jauh hari bahwa pada tanggal sekian sampai tanggal sekian kami akan latihan perang di wilayah x.
Bagian dari Latgab TNI 2008 yang “agak berani” cuma latihan di Batam, itu pun kekuatan yang dikerahkan tidak semaksimal di perairan Kalimantan Timur. Mengapa demikian? Jawabannya lagi-lagi “rasa tidak enak”. Itu penyakit psikologis politik yang menjangkiti bukan saja pada domain militer, bahkan pada domain pemerintahan juga.
Penentuan lokasi latihan perang harus didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia, bukan memperhatikan perasaan negara di sekitar Indonesia. Kalau kepentingan nasional Indonesia menganggap pentingnya pertahanan di wilayah selatan, kenapa tidak berani menggelar latihan perang mulai dari Selat Lombok terus ke wilayah timur sampai ke Selat Torres. Apakah memperhatikan perasaan Australia selaras dengan kepentingan nasional Indonesia?
Idealnya, penentuan lokasi latihan perang melibatkan aparat pemerintah seperti Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri. Namun kondisi saat ini sepertinya menjadi meragukan apakah keduanya sudah bebas dari penyakit psikologis politik khas Indonesia atau tidak? Ataukah malah jajaran yang lebih atas juga mengidap penyakit yang sama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar