All hands,
Keberhasilan uji coba sebuah jenis roket jarak menengah oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam masalah pengembangan roket memunculkan berbagai harapan. Di antaranya datang dari seorang petinggi pertahanan Negeri Nusantara yang menyatakan akan mempertimbangkan apakah pengembangan rudal di darat lebih murah dibanding dengan membeli kapal atau pesawat.
Pernyataan itu, meskipun menyatakan masih “akan mempertimbangkan”, secara politik maupun operasional menurut hemat saya, kurang tepat. Sebab dapat ditafsirkan bahwa kehadiran rudal berpangkalan di darat dapat menggantikan fungsi Angkatan Laut, dalam hal ini kapal perang. Kapal perang adalah simbol dari Angkatan Laut.
Mari kita tinjau pernyataan itu dari teori strategi maritim. Strategi maritim menekankan pada tiga hal fundamental, yaitu sea control, sea denial dan power projection. Untuk mencapai ketiga hal tersebut, hanya bisa dilakukan dengan kehadiran kapal perang di laut. Mustahil ada sea control, sea denial dan power projection tanpa eksistensi kapal perang.
Meskipun sejak pasca Perang Dunia Kedua rudal jelajah (berkepala nuklir) berkembang menjadi senjata strategis, akan tetapi baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet tidak pernah menempatkan penemuan itu untuk menegasikan fungsi Angkatan Laut. Angkatan Laut kedua negara tetap memiliki peran strategis dalam kepentingan nasional mereka, malah kapal atas air dan kapal selam mereka dilengkapi dengan rudal balistik untuk melaksanakan first and second strike. Kawasan kepentingan kedua negara di seluruh di dunia dan sebagian membutuhkan kehadiran kapal perang.
Harus dipahami oleh semua pihak bahwa eksistensi Angkatan Laut dinilai dari kehadiran kapal perang di laut alias naval presence, bukan kapal perang yang lego jangkar di sekitar pantai atau tertambat di dermaga pangkalan. Hanya dengan kehadiran kapal perang di tengah laut maka Angkatan Laut dapat melaksanakan sea control, sea denial dan power projection.
Rudal jelajah tidak bisa menggantikan fungsi kapal perang dalam ketiga hal mendasar dalam strategi maritim. Ruang bagi rudal jelajah hanya tersedia sedikit pada sea denial, yaitu rudal jelajah dapat menjadi unsur pelengkap atau pendukung kapal perang dalam melaksanakan sea denial. Misalnya rudal itu ditempatkan di choke points. Hanya sebatas itu saja.
Berangkat dari teori strategi maritim, sudah jelas ada hal yang kurang tepat dari pernyataan petinggi pertahanan negeri ini. Eksistensi Angkatan Laut berikut kapal perangnya sangat mutlak di negeri yang mengaku kepulauan terbesar di dunia ini, sebab means utama strategi maritim bukanlah rudal jelajah. Rudal jelajah dalam strategi maritim hanya sekedar pelengkap atau pendukung, bukan unsur utama.
Indonesia boleh saja punya ribuan rudal jelajah, tetapi tidak akan pernah mampu menangkal spektrum ancaman dan tantangan keamanan maritim. Rudal jelajah tidak akan pernah bisa menghadapi perompakan, pembajakan, terorisme maritim, penyusupan kapal selam asing, mengamati kapal perang asing yang melintas di perairan Indonesia dan lain sebagainya. Semua itu hanya bisa dilaksanakan oleh kapal perang.
Angkatan Laut mempunyai tiga peran universal, yaitu militer, diplomasi dan konstabulari. Means-nya adalah kapal perang dan tidak akan pernah bisa digantikan oleh rudal jelajah, seberapapun canggihnya.
Keberhasilan uji coba sebuah jenis roket jarak menengah oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam masalah pengembangan roket memunculkan berbagai harapan. Di antaranya datang dari seorang petinggi pertahanan Negeri Nusantara yang menyatakan akan mempertimbangkan apakah pengembangan rudal di darat lebih murah dibanding dengan membeli kapal atau pesawat.
Pernyataan itu, meskipun menyatakan masih “akan mempertimbangkan”, secara politik maupun operasional menurut hemat saya, kurang tepat. Sebab dapat ditafsirkan bahwa kehadiran rudal berpangkalan di darat dapat menggantikan fungsi Angkatan Laut, dalam hal ini kapal perang. Kapal perang adalah simbol dari Angkatan Laut.
Mari kita tinjau pernyataan itu dari teori strategi maritim. Strategi maritim menekankan pada tiga hal fundamental, yaitu sea control, sea denial dan power projection. Untuk mencapai ketiga hal tersebut, hanya bisa dilakukan dengan kehadiran kapal perang di laut. Mustahil ada sea control, sea denial dan power projection tanpa eksistensi kapal perang.
Meskipun sejak pasca Perang Dunia Kedua rudal jelajah (berkepala nuklir) berkembang menjadi senjata strategis, akan tetapi baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet tidak pernah menempatkan penemuan itu untuk menegasikan fungsi Angkatan Laut. Angkatan Laut kedua negara tetap memiliki peran strategis dalam kepentingan nasional mereka, malah kapal atas air dan kapal selam mereka dilengkapi dengan rudal balistik untuk melaksanakan first and second strike. Kawasan kepentingan kedua negara di seluruh di dunia dan sebagian membutuhkan kehadiran kapal perang.
Harus dipahami oleh semua pihak bahwa eksistensi Angkatan Laut dinilai dari kehadiran kapal perang di laut alias naval presence, bukan kapal perang yang lego jangkar di sekitar pantai atau tertambat di dermaga pangkalan. Hanya dengan kehadiran kapal perang di tengah laut maka Angkatan Laut dapat melaksanakan sea control, sea denial dan power projection.
Rudal jelajah tidak bisa menggantikan fungsi kapal perang dalam ketiga hal mendasar dalam strategi maritim. Ruang bagi rudal jelajah hanya tersedia sedikit pada sea denial, yaitu rudal jelajah dapat menjadi unsur pelengkap atau pendukung kapal perang dalam melaksanakan sea denial. Misalnya rudal itu ditempatkan di choke points. Hanya sebatas itu saja.
Berangkat dari teori strategi maritim, sudah jelas ada hal yang kurang tepat dari pernyataan petinggi pertahanan negeri ini. Eksistensi Angkatan Laut berikut kapal perangnya sangat mutlak di negeri yang mengaku kepulauan terbesar di dunia ini, sebab means utama strategi maritim bukanlah rudal jelajah. Rudal jelajah dalam strategi maritim hanya sekedar pelengkap atau pendukung, bukan unsur utama.
Indonesia boleh saja punya ribuan rudal jelajah, tetapi tidak akan pernah mampu menangkal spektrum ancaman dan tantangan keamanan maritim. Rudal jelajah tidak akan pernah bisa menghadapi perompakan, pembajakan, terorisme maritim, penyusupan kapal selam asing, mengamati kapal perang asing yang melintas di perairan Indonesia dan lain sebagainya. Semua itu hanya bisa dilaksanakan oleh kapal perang.
Angkatan Laut mempunyai tiga peran universal, yaitu militer, diplomasi dan konstabulari. Means-nya adalah kapal perang dan tidak akan pernah bisa digantikan oleh rudal jelajah, seberapapun canggihnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar