05 Agustus 2009

Alternatif Pengembangan Armada Angkatan Laut

All hands,
Di negara-negara yang sadar betul bahwa eksistensi Angkatan Laut mereka adalah untuk mengamankan kepentingan nasional, banyak pihak yang turut memikirkan pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Sehingga muncul beberapa alternatif pembangunan kekuatan sebagai pembanding terhadap alternatif yang disusun oleh Departemen Pertahanan bersama Angkatan Laut. Lepas apakah alternatif itu kemudian diterima atau tidak oleh pengambil kebijakan pertahanan, alternatif itu memberikan sudut pandang lain dalam pembangunan kekuatan laut, khususnya armada negara-negara yang bersangkutan.
Alternatif pembangunan armada pasti berangkat dari strategi dan juga situasi apa yang tengah dan akan dihadapi oleh Angkatan Laut dalam sekian tahun ke depan. Pemikiran strategis itu tidak akan terlepas dari kepentingan nasional bangsa tersebut. Suatu pemikiran tentang pembangunan kekuatan Angkatan Laut tanpa bertitik tolak dari strategi adalah suatu kesalahan pola pikir yang sangat ceroboh.
Kesalahan pola pikir yang sangat ceroboh itu terjadi pula di Indonesia, yakni segelintir selebritis pertahanan yang merasa paling tahu soal Angkatan Laut, padahal tidak mempunyai jejak rekam di Angkatan Laut itu sendiri. Tidak aneh bila kemudian muncul pemikiran-pemikiran yang aneh, di awang-awang dan tidak berdasar dilihat dari perspektif navalism, sebab tidak paham apa sebenarnya Angkatan Laut.
Di Amerika Serikat, terdapat empat alternatif pembangunan armada di luar alternatif yang dirancang oleh Departemen Pertahanan dan Angkatan Laut. Keempat alternatif itu ada yang berasal dari Kongres, ada pula dari lembaga penelitian di bawah payung Departemen Pertahanan, ada pula pemikiran dari lembaga pemikir swasta.
Dari keempat alternatif itu, perbedaan signifikan terdapat pada jumlah dan jenis kapal perang yang harus dimiliki oleh U.S. Navy. Mengapa berbeda? Karena pendekatan yang dipakai untuk melaksanakan strategi maritim yang telah ditetapkan berbeda.
Misalnya ada yang mengusulkan The tri-modal fleet option, yang terdiri atas Power Projection Fleet, Expeditionary Fleet dan Littoral Superiority Fleet. Ada pula yang menganut balanced fleet approach, ada juga yang menganut pendekatan network-centric warfare dan lain sebagainya.
Penting untuk diketahui bahwa semua pendekatan itu sudah memperhitungkan proyeksi anggaran bagi U.S. Navy hingga beberapa tahun ke depan. Mereka bisa memproyeksikan anggaran bagi Angkatan Lautnya sebab pemerintahan di sana, siapapun yang berkuasa di Gedung Putih, dipastikan mempunyai komitmen terhadap Angkatan Laut. Begitu pula dengan para wakil rakyat di Capitol Hill, yang mana biasanya sebagian dari mereka pernah berdinas di U.S. Navy, baik menjadi pengawak kapal perang maupun menjadi naval aviator.
Adanya beberapa alternatif kekuatan armada Angkatan Laut memberikan pilihan bagi pemerintah maupun legislatif dalam membangun kekuatan laut ke depan. Setiap alternatif dipastikan mempunyai alasan-alasan sendiri mengapa jumlah kekuatannya demikian. Adanya alternatif juga membantu Angkatan Laut dalam melaksanakan assessment terhadap tugas pokok mereka.
Dan yang tidak kalah penting, Angkatan Laut mempunyai banyak pendukung di publik bagi kepentingan politik. Kepentingan politik yang dimaksud dalam arti kepentingan untuk membangun Angkatan Laut, bukan kepentingan memperebutkan kekuasaan.
Kondisi demikian sepertinya masih mimpi di Indonesia. Yang terjadi di negeri kepulauan ini justru seringkali suara-suara sebagian pihak untuk mengebiri Angkatan Laut. Tidak heran bila tidak terlaksananya rencana pengadaan AL kita disikapi biasa-biasa saja oleh banyak pihak, seolah-olah itu tidak ada urgensinya dikaitkan dengan kepentingan nasional bangsa ini. Kepentingan nasional bangsa ini bukan cuma menjadi makmur seperti yang dipahami oleh pengambil kebijakan politik, tetapi juga harus aman dan bermartabat.


Tidak ada komentar: