All hands,
Seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan sistem senjata baru dalam operasional Angkatan Laut merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Termasuk di dalamnya menyangkut kemampuan pengamatan dan pengintaian, melalui penggunaan UAV dan UUV. Dengan adopsi teknologi itu, selain memberikan kemudahan bagi Angkatan Laut dalam melaksanakan misi yang dibebankan, juga mengurangi biaya operasional dan sekaligus kemungkinan terjadinya kerugian personel.
UAV khususnya kini bukan sebatas sebagai sarana penginderaan, tetapi telah menjadi senjata pembunuh yang mematikan dan tentu saja biaya operasionalnya lebih murah daripada penggunaan platform yang diawaki. Dalam konteks operasional Angkatan Laut di dunia, secara umum penggunaan UAV dan UUV lebih banyak untuk kepentingan penginderaan, walaupun telah ada beberapa UUV yang mempunyai kemampuan menyerang.
Meskipun sampai saat ini belum ada preseden penggunaan UAV untuk melumpuhkan kapal perang lawan, namun bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi beberapa tahun ke depan. UAV yang selama ini digunakan untuk menghancurkan sasaran di darat dapat dipastikan akan bergeser ke domain maritim untuk melumpuhkan kapal perang lawan. Kondisi ini tentu menjadi tantangan yang sangat besar bagi Angkatan Laut di mana pun. Begitu pula dengan UUV, sangat mungkin akan dipersenjatai dengan rudal atau senjata lainnya yang lebih mematikan.
Sebab berbeda dengan pesawat udara maupun kapal atas air yang mampu dideteksi kehadirannya dari jarak puluhan mil, UAV maupun UUV sangat sulit untuk dideteksi. UAV mempunyai RCS yang kecil sehingga sulit dibedakan dengan obyek lainnya yang berukuran sejenis. Sementara UUV mungkin sulit dideteksi oleh sonar, sebagaimana sulitnya mendeteksi keberadaan kapal selam. Mungkin tinggal bagaimana tingkat gemerisik UUV dibandingkan dengan kapal selam yang membuka peluang sonar untuk mendeteksinya.
Bagi Indonesia, perkembangan teknologi demikian merupakan tantangan sekaligus peluang. Tantangan yaitu bagaimana unsur operasional Angkatan Laut yakni kapal perang bisa mengurangi kemungkinan resiko diserang oleh wahana tak berawak. Peluang yakni bagaimana mengadopsi UAV maupun UUV untuk kepentingan operasional, minimal kemampuan penginderaan kapal perang melalui maritime domain awareness meningkat dibandingkan kondisi saat ini.
Seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan sistem senjata baru dalam operasional Angkatan Laut merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Termasuk di dalamnya menyangkut kemampuan pengamatan dan pengintaian, melalui penggunaan UAV dan UUV. Dengan adopsi teknologi itu, selain memberikan kemudahan bagi Angkatan Laut dalam melaksanakan misi yang dibebankan, juga mengurangi biaya operasional dan sekaligus kemungkinan terjadinya kerugian personel.
UAV khususnya kini bukan sebatas sebagai sarana penginderaan, tetapi telah menjadi senjata pembunuh yang mematikan dan tentu saja biaya operasionalnya lebih murah daripada penggunaan platform yang diawaki. Dalam konteks operasional Angkatan Laut di dunia, secara umum penggunaan UAV dan UUV lebih banyak untuk kepentingan penginderaan, walaupun telah ada beberapa UUV yang mempunyai kemampuan menyerang.
Meskipun sampai saat ini belum ada preseden penggunaan UAV untuk melumpuhkan kapal perang lawan, namun bukan tidak mungkin hal itu akan terjadi beberapa tahun ke depan. UAV yang selama ini digunakan untuk menghancurkan sasaran di darat dapat dipastikan akan bergeser ke domain maritim untuk melumpuhkan kapal perang lawan. Kondisi ini tentu menjadi tantangan yang sangat besar bagi Angkatan Laut di mana pun. Begitu pula dengan UUV, sangat mungkin akan dipersenjatai dengan rudal atau senjata lainnya yang lebih mematikan.
Sebab berbeda dengan pesawat udara maupun kapal atas air yang mampu dideteksi kehadirannya dari jarak puluhan mil, UAV maupun UUV sangat sulit untuk dideteksi. UAV mempunyai RCS yang kecil sehingga sulit dibedakan dengan obyek lainnya yang berukuran sejenis. Sementara UUV mungkin sulit dideteksi oleh sonar, sebagaimana sulitnya mendeteksi keberadaan kapal selam. Mungkin tinggal bagaimana tingkat gemerisik UUV dibandingkan dengan kapal selam yang membuka peluang sonar untuk mendeteksinya.
Bagi Indonesia, perkembangan teknologi demikian merupakan tantangan sekaligus peluang. Tantangan yaitu bagaimana unsur operasional Angkatan Laut yakni kapal perang bisa mengurangi kemungkinan resiko diserang oleh wahana tak berawak. Peluang yakni bagaimana mengadopsi UAV maupun UUV untuk kepentingan operasional, minimal kemampuan penginderaan kapal perang melalui maritime domain awareness meningkat dibandingkan kondisi saat ini.
2 komentar:
ha3 wah UAV klo bagi indonesia untuk 10 thn kedepan sepertinya hanya sebatas buat misi recon/pengintaian/pemetaan....... untuk 3-5 thn kedepan hanya sebatas pembuatan UAV kelas ringan yg bs beroperasi 3-4 jam saja.. perlu diketahui da beberapa kelas pembagian UAV
TIPE 1 (ringan)(recon/pemetaan)
UAV yg hanya beroperasi 3-4 jam (pulang-pergi),berdimensi kecil,dan hanya memiliki camera dan sistem penginderaan malam yg seadanya.(untuk indonesia masih berkutat pd tipe UAV ini)
TIPE 2 (sedang) (recon/pemetaan/assault)
UAV yg berdimensi agak besar,bisa beroperasi 6-12 jam dan memiliki perangkat minimal camera,pengindera malam,thermal suhu,internet conection,beroperasi sgala cuaca.dll.untuk misi assault tipe ini bs dipasangi sepasang misil anti tank (hellfire dll)contoh:Raptor US
TIPE 3 (recon/pemetaan/heavy assault)
UAV yg bs beroperasi >12 jam,mempunyai kemampuan terbang antar negara,kemampuan membawa misil u/ serang darat/laut. bs beroperasi sgala cuaca.memiliki perangkat lengkap,dan bs dicantoli tabung bahan bakar tambahan, biasa berdimensi besar.contoh:global hawk milik US
yah untuk indonesia sementara hanya bs bikin tipe ringan,itu saja pemerintah/TNI blm mw beli dgn alasan speknya kurang untuk operasi perlu penyempurnaan.UAV disini hanya sebagai pelengkap pasukan kusus saja,blm digunakan secara masal o/ TNI AL atau AU..
Pola pikir UAV hanya bagi pasukan khusus itu ketinggalan sekali. Kalau kita agak tertinggal dalam aplikasi teknologi, bisa dipahami. Tapi kalau kita ketinggalan juga dalam pola pikir, itu keblinger!!!
Nggak ada alasan kuat untuk menghambat penggunaan UAV bagi kepentingan operasional Angkatan Laut. Cost-benefit UAV jelas lebih murah daripada wahana lain. Sekarang banyak Angkatan Laut di dunia yang operasikan UAV bagi kepentingan surveillance and recconaisance yang dapat diluncurkan dari kapal atas air.
Soal industri dalam negeri belum bisa penuhi kebutuhan TNI, itu soal mudah. Beli saja dari luar negeri sebagai solusi jangka pendek. Sebab kebutuhan operasional tidak bisa menunggu hingga industri dalam negeri bisa penuhi opsreq TNI.
Posting Komentar