All hands,
Dalam stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara, kekuatan laut Indonesia sesungguhnya memainkan peran yang signifikan. Sebab kunci stabilitas keamanan kawasan adalah keamanan maritim di perairan Indonesia. Stabilitas kawasan tercipta karena peran kekuatan laut Indonesia bersama kekuatan laut lainnya, termasuk kekuatan laut ekstra kawasan.
Masalahnya adalah seringkali peran itu kurang dirasakan bergema pada aspek politik, meskipun manfaatnya dirasakan pada aspek operasional. Bahkan terkesan Indonesia kurang berinisiatif dalam keamanan maritim kawasan. Sebagai contoh, setelah inisiatif patroli pengamanan Selat Malaka pada Juli 2004, belum ada inisiatif Indonesia berikutnya terhadap isu keamanan maritim kawasan.
Mungkin terdapat beberapa penyebab mengenai hal itu. Pertama, ketidaksamaan persepsi antara aktor kebijakan luar negeri dengan aktor operasional. Kedua, kurangnya dukungan pembangunan kekuatan dari pengambil kebijakan pertahanan terhadap aktor operasional. Ketiga, aktor operasional masih terus disibukkan dengan sejumlah agenda internal yang nyaris sulit mencari bagian akhirnya.
Akibatnya, inisiatif keamanan maritim kawasan dari Indonesia tidak intensif dan segencar negara-negara lain di wilayah ini yang luas perairannya jauh lebih sempit daripada Indonesia. Suatu inisiatif keamanan maritim harus didukung oleh persepsi yang sama antar pihak-pihak terkait di dalam negeri. Sulit untuk dihindari kesan bahwa masih ada perbedaan persepsi antara aktor kebijakan luar negeri dengan aktor operasional selama ini. Sebagai contoh, soal isu pengembangan kerjasama Angkatan Laut secara luas.
Masalah kurangnya dukungan dari pengambil kebijakan pertahanan terhadap aktor operasional juga berpengaruh pada upaya menggagas suatu inisiatif. Sebab suka atau tidak suka, suatu inisiatif untuk mengoperasionalkannya harus didukung oleh kesiapan sistem senjata yang memadai, termasuk di dalamnya infrastruktur Angkatan Laut. Merupakan suatu hal yang aneh bila inisiatif yang diajukan justru tidak bisa dilaksanakan oleh negara pengusul karena keterbatasan sistem senjata Angkatan Lautnya.
Mengenai sejumlah agenda internal aktor operasional, pada dasarnya sangat terkait dengan penyebab sebelumnya. Karena pembangunan kekuatan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, aktor operasional disibukkan dengan agenda-agenda agar bagaimana sistem senjata lama bisa tetap operasional. Ketidaksiapan sistem senjata juga berpengaruh pada pembinaan personel, misalnya intensitas operasi dan latihan. Masih banyak hal-hal lain yang terkait agenda internal yang merupakan dampak dari faktor eksternal.
Tantangannya adalah sejumlah penyebab itu bisa diselesaikan secara tuntas, sehingga aktor operasional akan lebih banyak outward looking. Dengan outward looking, terdapat kesempatan untuk memikirkan dengan matang inisiatif seperti apa yang sebaiknya digagas oleh Indonesia untuk stabilitas keamanan kawasan. Tentu saja inisiatif itu harus mengacu pada kepentingan nasional Indonesia.
Dalam stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara, kekuatan laut Indonesia sesungguhnya memainkan peran yang signifikan. Sebab kunci stabilitas keamanan kawasan adalah keamanan maritim di perairan Indonesia. Stabilitas kawasan tercipta karena peran kekuatan laut Indonesia bersama kekuatan laut lainnya, termasuk kekuatan laut ekstra kawasan.
Masalahnya adalah seringkali peran itu kurang dirasakan bergema pada aspek politik, meskipun manfaatnya dirasakan pada aspek operasional. Bahkan terkesan Indonesia kurang berinisiatif dalam keamanan maritim kawasan. Sebagai contoh, setelah inisiatif patroli pengamanan Selat Malaka pada Juli 2004, belum ada inisiatif Indonesia berikutnya terhadap isu keamanan maritim kawasan.
Mungkin terdapat beberapa penyebab mengenai hal itu. Pertama, ketidaksamaan persepsi antara aktor kebijakan luar negeri dengan aktor operasional. Kedua, kurangnya dukungan pembangunan kekuatan dari pengambil kebijakan pertahanan terhadap aktor operasional. Ketiga, aktor operasional masih terus disibukkan dengan sejumlah agenda internal yang nyaris sulit mencari bagian akhirnya.
Akibatnya, inisiatif keamanan maritim kawasan dari Indonesia tidak intensif dan segencar negara-negara lain di wilayah ini yang luas perairannya jauh lebih sempit daripada Indonesia. Suatu inisiatif keamanan maritim harus didukung oleh persepsi yang sama antar pihak-pihak terkait di dalam negeri. Sulit untuk dihindari kesan bahwa masih ada perbedaan persepsi antara aktor kebijakan luar negeri dengan aktor operasional selama ini. Sebagai contoh, soal isu pengembangan kerjasama Angkatan Laut secara luas.
Masalah kurangnya dukungan dari pengambil kebijakan pertahanan terhadap aktor operasional juga berpengaruh pada upaya menggagas suatu inisiatif. Sebab suka atau tidak suka, suatu inisiatif untuk mengoperasionalkannya harus didukung oleh kesiapan sistem senjata yang memadai, termasuk di dalamnya infrastruktur Angkatan Laut. Merupakan suatu hal yang aneh bila inisiatif yang diajukan justru tidak bisa dilaksanakan oleh negara pengusul karena keterbatasan sistem senjata Angkatan Lautnya.
Mengenai sejumlah agenda internal aktor operasional, pada dasarnya sangat terkait dengan penyebab sebelumnya. Karena pembangunan kekuatan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, aktor operasional disibukkan dengan agenda-agenda agar bagaimana sistem senjata lama bisa tetap operasional. Ketidaksiapan sistem senjata juga berpengaruh pada pembinaan personel, misalnya intensitas operasi dan latihan. Masih banyak hal-hal lain yang terkait agenda internal yang merupakan dampak dari faktor eksternal.
Tantangannya adalah sejumlah penyebab itu bisa diselesaikan secara tuntas, sehingga aktor operasional akan lebih banyak outward looking. Dengan outward looking, terdapat kesempatan untuk memikirkan dengan matang inisiatif seperti apa yang sebaiknya digagas oleh Indonesia untuk stabilitas keamanan kawasan. Tentu saja inisiatif itu harus mengacu pada kepentingan nasional Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar