All hands,
Dalam 15 tahun terakhir, program sewa alias leasing sistem senjata telah menjadi kecenderungan baru di dunia. Sebagai contoh, India pernah menyewa kapal selam Rusia selama beberapa tahun. Australia kini menyewa beberapa pesawat angkut C-17 dari Amerika Serikat untuk keperluan angkut strategisnya. Sementara Inggris tengah mempertimbangkan untuk menyewa C-130 dan atau C-17 dari Amerika Serikat bagi kepentingannya.
Tentu menjadi pertanyaan, mungkinkah pola demikian dianut oleh Indonesia, termasuk untuk Angkatan Laut? Masalah sewa menyewa sistem senjata tentu kondisinya berbeda dengan sewa menyewa untuk kepentingan komersial, misalnya perusahaan penerbangan menyewa pesawat dari perusahaan leasing. Sewa menyewa komersial pertimbangan utamanya berdasarkan kepentingan bisnis dan selama memenuhi syarat-syarat kelayakan bisnis, prosesnya tidak akan rumit.
Masalahnya berbeda dengan sewa menyewa sistem senjata. Pertimbangan utamanya adalah kepentingan politik. Berapapun uang yang disiapkan suatu negara untuk menyewa sistem senjata dari negara lain, tidak akan bermanfaat banyak apabila tidak ada kesepahaman politik. Apabila sudah tercapai kesepahaman politik, tentunya persyaratan seperti EUMA (End-Use Monitoring Agreement) harus disepakati oleh negara yang akan menyewa suatu sistem senjata.
Memperhatikan program sewa sistem senjata yang selama ini sudah berlangsung, semuanya terjadi antara negara yang satu aliran politik. India dan Rusia merupakan mitra sejak Perang Dingin berlangsung. Australia maupun Inggris sejak Perang Dunia Pertama terus menjadi sekutu Amerika Serikat. Dengan situasi seperti itu, tidak sulit bagi mereka untuk menyepakati perjanjian sewa menyewa sistem senjata.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Selama Indonesia masih membanggakan diri dengan kebijakan luar negeri bebas aktif, program sewa sistem senjata adalah sebuah ilusi besar!!! Bisa jadi realita menunjukkan bahwa program sewa sistem senjata sesuai dengan kepentingan nasional, namun tidak sesuai dengan kebijakan luar negeri bebas aktif. Terus apa yang harus dipilih, mengutamakan kepentingan nasional atau mengutamakan politik luar negeri bebas aktif?
Dalam 15 tahun terakhir, program sewa alias leasing sistem senjata telah menjadi kecenderungan baru di dunia. Sebagai contoh, India pernah menyewa kapal selam Rusia selama beberapa tahun. Australia kini menyewa beberapa pesawat angkut C-17 dari Amerika Serikat untuk keperluan angkut strategisnya. Sementara Inggris tengah mempertimbangkan untuk menyewa C-130 dan atau C-17 dari Amerika Serikat bagi kepentingannya.
Tentu menjadi pertanyaan, mungkinkah pola demikian dianut oleh Indonesia, termasuk untuk Angkatan Laut? Masalah sewa menyewa sistem senjata tentu kondisinya berbeda dengan sewa menyewa untuk kepentingan komersial, misalnya perusahaan penerbangan menyewa pesawat dari perusahaan leasing. Sewa menyewa komersial pertimbangan utamanya berdasarkan kepentingan bisnis dan selama memenuhi syarat-syarat kelayakan bisnis, prosesnya tidak akan rumit.
Masalahnya berbeda dengan sewa menyewa sistem senjata. Pertimbangan utamanya adalah kepentingan politik. Berapapun uang yang disiapkan suatu negara untuk menyewa sistem senjata dari negara lain, tidak akan bermanfaat banyak apabila tidak ada kesepahaman politik. Apabila sudah tercapai kesepahaman politik, tentunya persyaratan seperti EUMA (End-Use Monitoring Agreement) harus disepakati oleh negara yang akan menyewa suatu sistem senjata.
Memperhatikan program sewa sistem senjata yang selama ini sudah berlangsung, semuanya terjadi antara negara yang satu aliran politik. India dan Rusia merupakan mitra sejak Perang Dingin berlangsung. Australia maupun Inggris sejak Perang Dunia Pertama terus menjadi sekutu Amerika Serikat. Dengan situasi seperti itu, tidak sulit bagi mereka untuk menyepakati perjanjian sewa menyewa sistem senjata.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Selama Indonesia masih membanggakan diri dengan kebijakan luar negeri bebas aktif, program sewa sistem senjata adalah sebuah ilusi besar!!! Bisa jadi realita menunjukkan bahwa program sewa sistem senjata sesuai dengan kepentingan nasional, namun tidak sesuai dengan kebijakan luar negeri bebas aktif. Terus apa yang harus dipilih, mengutamakan kepentingan nasional atau mengutamakan politik luar negeri bebas aktif?
2 komentar:
suatu sistem yg nda berguna bagi indonesia,klo kita menggunakan sistem sewa... yah ntar ujung2nya negara kita disetir sama negara yg menyewakan alutsista itu... sdh ga usah jauh2... contohnya kmrn wkt TNI mengumandangkan perang thd GAM di aceh,walo kita beli tank "SCORPION" toh kita terikat perjanjian dgn negara penjual yaitu ga boleh digunakan u/ pelanggaran HAM... jd yah waktu terjun ke aceh,pasukan kita yah cuman pake panser seadanya,truk,n alutsista yg ga da "perjanjian dgn negara penjual" ironis kan? masa kita beli senjata tp ga boleh dipake buat kepentingan nasional kita sendiri... nah panser anoa yg skrg da diproduksi kan dl prototipnya dibuat krn wkt di aceh TNI kita kekurangan alat angkut yg punya proteksi bagus,krn wkt itu kita lg diembargo sama amrik.n penggunaan alutsista asal inggris jg ga boleh dipake... jd mw gmn lg... akirnya yah bikin sendiri,jd ga da pihak luar yg nyetir kita lg.. klo skrg sih klo mw bikin alutsista yg berasal dr luar yah hrs ada TOT... jd bs kita bikin di indonesia...
Mohon baca secara detail artikel ini untuk bisa memahami maksudnya. Soal di masa lalu ada negara lain yang "rewel", mungkin ceritanya akan berbeda kalau kita "berkawan" dengan mereka.
Posting Komentar