All hands,
Presence and deterrence merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi maritim Amerika Serikat. Dengan adanya (naval) presence, diharapkan mampu memberikan deterrence sehingga dapat mencegah perang. Begitulah asumsi yang dikembangkan oleh para penyusun strategi di U.S. Navy.
Karena U.S. Navy merupakan Angkatan Laut dengan kemampuan proyeksi kekuatan global, maka presence dilaksanakan di perairan internasional yang jauh dari CONUS. Sebab prinsip pertahanan yang dianut oleh Amerika Serikat adalah membawa perang sejauh mungkin dari CONUS. Bukan sesuatu yang berlebihan untuk mengatakan bahwa pemerintahan di Gedung Putih ---siapapun yang berkuasa di sana--- tidak akan ragu mengorbankan sekian prajurit, pelaut, marinir dan airman asalkan perang terjadi di bagian lain dari dunia.
Berdiskusi tentang presence and deterrence, memang tidak ada hubungan keduanya akan selalu berbanding lurus. Naval presence belum tentu akan menghasilkan deterrence. Yakni apabila kekuatan yang dihadirkan kredibilitas dan kapabilitasnya diragukan. Dengan kata lain, naval presence tidak mencapai tujuan untuk menimbulkan deterrence. Naval presence yang demikian sebatas hanya mencapai tujuan untuk menunjukkan bahwa kekuatan laut suatu negara memang eksis.
Bagi kita di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh AL kita adalah bagaimana naval presence tidak saja ditujukan untuk menunjukkan kekuatan laut negeri ini, tetapi mampu pula menimbulkan deterrence. Artinya, ada kredibilitas dan kapabilitas yang harus ditunjukkan agar deterrent effect bekerja.
Bagaimana mewujudkan kredibilitas dan kapabilitas itu? Ketika sudah sampai pada pertanyaan ini, maka terkuaklah sejumlah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh AL kita dan pemangku kepentingan AL. Siapa pemangku kepentingan itu? Tidak lain adalah pemerintah yang dipilih oleh rakyat.
Presence and deterrence merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi maritim Amerika Serikat. Dengan adanya (naval) presence, diharapkan mampu memberikan deterrence sehingga dapat mencegah perang. Begitulah asumsi yang dikembangkan oleh para penyusun strategi di U.S. Navy.
Karena U.S. Navy merupakan Angkatan Laut dengan kemampuan proyeksi kekuatan global, maka presence dilaksanakan di perairan internasional yang jauh dari CONUS. Sebab prinsip pertahanan yang dianut oleh Amerika Serikat adalah membawa perang sejauh mungkin dari CONUS. Bukan sesuatu yang berlebihan untuk mengatakan bahwa pemerintahan di Gedung Putih ---siapapun yang berkuasa di sana--- tidak akan ragu mengorbankan sekian prajurit, pelaut, marinir dan airman asalkan perang terjadi di bagian lain dari dunia.
Berdiskusi tentang presence and deterrence, memang tidak ada hubungan keduanya akan selalu berbanding lurus. Naval presence belum tentu akan menghasilkan deterrence. Yakni apabila kekuatan yang dihadirkan kredibilitas dan kapabilitasnya diragukan. Dengan kata lain, naval presence tidak mencapai tujuan untuk menimbulkan deterrence. Naval presence yang demikian sebatas hanya mencapai tujuan untuk menunjukkan bahwa kekuatan laut suatu negara memang eksis.
Bagi kita di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh AL kita adalah bagaimana naval presence tidak saja ditujukan untuk menunjukkan kekuatan laut negeri ini, tetapi mampu pula menimbulkan deterrence. Artinya, ada kredibilitas dan kapabilitas yang harus ditunjukkan agar deterrent effect bekerja.
Bagaimana mewujudkan kredibilitas dan kapabilitas itu? Ketika sudah sampai pada pertanyaan ini, maka terkuaklah sejumlah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh AL kita dan pemangku kepentingan AL. Siapa pemangku kepentingan itu? Tidak lain adalah pemerintah yang dipilih oleh rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar