All hands,
Operasi Angkatan Laut masa kini salah satu bentuknya adalah forward presence atau operationg forward kalau mengacu pada dokumen U.S. Navy pada tahun 1990-an. Dengan forward presence, diharapkan kekuatan Angkatan Laut mampu mempengaruhi arah peristiwa di darat.
Operating forward artinya beroperasi di kawasan littoral atau dekat daratan. Kawasan littoral itu kemudian dibagi dalam dua segmen battlespace, yaitu seaward dan landward. Seaward terbentang dari laut terbuka hingga ke pantai yang harus dapat dikendalikan Angkatan Laut untuk mendukung operasi di daratan. Adapun landward yaitu wilayah daratan yang masih dapat didukung dan dipertahankan langsung dari laut oleh kekuatan laut yang beroperasi.
Luasan landward pada dasarnya tidak terbatas, tergantung daya jangkau sistem senjata Angkatan Laut. Sebagai contoh, sebagai operasi tempur di Afghanistan pada 2001 dilaksanakan oleh unsur-unsur kapal perang U.S. Navy yang berada di Laut Arab. Jarak bukan suatu masalah dalam mengendalikan suatu wilayah selama teknologi sistem senjata yang mendukungnya tersedia.
Bagi negeri seperti Indonesia yang terbuka dari laut, merupakan tantangan tersendiri untuk menggelar littoral warfare. Mengembangkan strategi littoral warfare merupakan kebutuhan bagi Indonesia, sebab strategi itu bisa digunakan apabila ada konflik, baik menghadapi aktor negara maupun non negara. Sebagai contoh, harus dipikirkan sejak dini bagi operasi Angkatan Laut menghadapi konflik bersenjata di dalam negeri tidak semata berupa penyekatan.
Sudah sepantasnya bila kapal perang Angkatan Laut dapat pula memberikan pukulan terhadap kekuatan lawan di daratan. Misalnya melalui naval gunfire support alias BTK. Bisa pula lewat peperangan elektronika, karena terbukti dalam kasus di Timor Timur, Aceh dan Ambon aktor-aktor non negara menggunakan jaringan komunikasi layaknya kekuatan militer.
Selama suatu wilayah daratan masih dapat dijangkau oleh sistem senjata Angkatan Laut, maka sudah sepantasnya bila Angkatan Laut dapat berperan dan atau diberi peran di sana. Dengan demikian, kapabilitas dan karakteristik Angkatan Laut dapat dieksploitasi semaksimal mungkin dalam konflik apapun sepanjang konflik itu terjadi di wilayah littoral. Kurang pantas bila Angkatan Laut hanya diberi perang untuk melaksanakan penyekatan dan atau blokade.
Untuk menuju ke arah itu, diperlukan pembenahan internal pada Angkatan Laut. Baik dari perangkat lunak maupun perangkat keras. Termasuk pula soal sumber daya manusia.
Operasi Angkatan Laut masa kini salah satu bentuknya adalah forward presence atau operationg forward kalau mengacu pada dokumen U.S. Navy pada tahun 1990-an. Dengan forward presence, diharapkan kekuatan Angkatan Laut mampu mempengaruhi arah peristiwa di darat.
Operating forward artinya beroperasi di kawasan littoral atau dekat daratan. Kawasan littoral itu kemudian dibagi dalam dua segmen battlespace, yaitu seaward dan landward. Seaward terbentang dari laut terbuka hingga ke pantai yang harus dapat dikendalikan Angkatan Laut untuk mendukung operasi di daratan. Adapun landward yaitu wilayah daratan yang masih dapat didukung dan dipertahankan langsung dari laut oleh kekuatan laut yang beroperasi.
Luasan landward pada dasarnya tidak terbatas, tergantung daya jangkau sistem senjata Angkatan Laut. Sebagai contoh, sebagai operasi tempur di Afghanistan pada 2001 dilaksanakan oleh unsur-unsur kapal perang U.S. Navy yang berada di Laut Arab. Jarak bukan suatu masalah dalam mengendalikan suatu wilayah selama teknologi sistem senjata yang mendukungnya tersedia.
Bagi negeri seperti Indonesia yang terbuka dari laut, merupakan tantangan tersendiri untuk menggelar littoral warfare. Mengembangkan strategi littoral warfare merupakan kebutuhan bagi Indonesia, sebab strategi itu bisa digunakan apabila ada konflik, baik menghadapi aktor negara maupun non negara. Sebagai contoh, harus dipikirkan sejak dini bagi operasi Angkatan Laut menghadapi konflik bersenjata di dalam negeri tidak semata berupa penyekatan.
Sudah sepantasnya bila kapal perang Angkatan Laut dapat pula memberikan pukulan terhadap kekuatan lawan di daratan. Misalnya melalui naval gunfire support alias BTK. Bisa pula lewat peperangan elektronika, karena terbukti dalam kasus di Timor Timur, Aceh dan Ambon aktor-aktor non negara menggunakan jaringan komunikasi layaknya kekuatan militer.
Selama suatu wilayah daratan masih dapat dijangkau oleh sistem senjata Angkatan Laut, maka sudah sepantasnya bila Angkatan Laut dapat berperan dan atau diberi peran di sana. Dengan demikian, kapabilitas dan karakteristik Angkatan Laut dapat dieksploitasi semaksimal mungkin dalam konflik apapun sepanjang konflik itu terjadi di wilayah littoral. Kurang pantas bila Angkatan Laut hanya diberi perang untuk melaksanakan penyekatan dan atau blokade.
Untuk menuju ke arah itu, diperlukan pembenahan internal pada Angkatan Laut. Baik dari perangkat lunak maupun perangkat keras. Termasuk pula soal sumber daya manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar