All hands,
Para ahli strategi maritim sepakat bahwa untuk mengukur kedewasaan suatu Angkatan Laut, bisa dilihat dari postur Angkatan Laut itu. Apakah postur yang dibangun oleh pemerintah didesain hanya untuk pertahanan pantai dan tugas-tugas Angkatan Laut yang bersifat internal ataukah dirancang untuk memenuhi tugas-tugas internasional dalam bingkai kepentingan nasional negara itu? Dengan kata lain, kekuatan laut yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan dan dikategorikan sebagai blue water navy dikategorikan sudah dewasa, sementara Angkatan Laut yang “masih sibuk dengan urusan di dalam negeri” dikelompokkan belum dewasa.
Untuk menjadi Angkatan Laut blue water navy, lebih menekankan pada kemampuan proyeksi kekuatan. Sebaliknya tidak memfokuskan pada apakah mempunyai berapa banyak kapal induk. Tolak ukur blue water navy tidak mutlak kapal induk, tetapi kapal-kapal kombatan yang didukung oleh kapal bantu seperti BCM. Sepanjang kapal-kapal perang itu mampu diproyeksikan jauh keluar wilayah negaranya, Angkatan Lautnya dapat dikelompokkan sebagai blue water navy.
Kecenderungan terkini memperlihatkan bahwa rata-rata Angkatan Laut yang dikategorikan sebagai blue water navy sebagian besar menekankan pada kemampuan kapal kombatan seperti kapal perusak dan fregat. Lihat saja Jepang dan Korea Selatan, kekuatan blue water navy-nya bertumpu pada eksistensi kapal perusak. Begitu juga Angkatan Laut negara-negara Eropa, kecuali Inggris, Prancis dan Rusia, negara Eropa lainnya yang dikategorikan blue water navy tidak mengoperasikan kapal induk dalam armadanya.
Kalau Indonesia mau berpikir strategis, menciptakan Angkatan Laut yang berkategori blue water navy bukan hal yang mustahil dalam 25 tahun ke depan. Korea Selatan saja yang dulu Angkatan Lautnya “tidak ada apa-apanya” kini tengah beranjak memantapkan diri menjadi blue water navy. Artinya, mencapai blue water navy sebenarnya bukan hal yang mustahil. Kuncinya adalah pada kemauan politik pemerintah.
Para ahli strategi maritim sepakat bahwa untuk mengukur kedewasaan suatu Angkatan Laut, bisa dilihat dari postur Angkatan Laut itu. Apakah postur yang dibangun oleh pemerintah didesain hanya untuk pertahanan pantai dan tugas-tugas Angkatan Laut yang bersifat internal ataukah dirancang untuk memenuhi tugas-tugas internasional dalam bingkai kepentingan nasional negara itu? Dengan kata lain, kekuatan laut yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan dan dikategorikan sebagai blue water navy dikategorikan sudah dewasa, sementara Angkatan Laut yang “masih sibuk dengan urusan di dalam negeri” dikelompokkan belum dewasa.
Untuk menjadi Angkatan Laut blue water navy, lebih menekankan pada kemampuan proyeksi kekuatan. Sebaliknya tidak memfokuskan pada apakah mempunyai berapa banyak kapal induk. Tolak ukur blue water navy tidak mutlak kapal induk, tetapi kapal-kapal kombatan yang didukung oleh kapal bantu seperti BCM. Sepanjang kapal-kapal perang itu mampu diproyeksikan jauh keluar wilayah negaranya, Angkatan Lautnya dapat dikelompokkan sebagai blue water navy.
Kecenderungan terkini memperlihatkan bahwa rata-rata Angkatan Laut yang dikategorikan sebagai blue water navy sebagian besar menekankan pada kemampuan kapal kombatan seperti kapal perusak dan fregat. Lihat saja Jepang dan Korea Selatan, kekuatan blue water navy-nya bertumpu pada eksistensi kapal perusak. Begitu juga Angkatan Laut negara-negara Eropa, kecuali Inggris, Prancis dan Rusia, negara Eropa lainnya yang dikategorikan blue water navy tidak mengoperasikan kapal induk dalam armadanya.
Kalau Indonesia mau berpikir strategis, menciptakan Angkatan Laut yang berkategori blue water navy bukan hal yang mustahil dalam 25 tahun ke depan. Korea Selatan saja yang dulu Angkatan Lautnya “tidak ada apa-apanya” kini tengah beranjak memantapkan diri menjadi blue water navy. Artinya, mencapai blue water navy sebenarnya bukan hal yang mustahil. Kuncinya adalah pada kemauan politik pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar