All hands,
Kini kecenderungan yang terjadi menyangkut pesawat patroli maritim adalah mulai beralihnya sebagian konsumen pesawat patroli maritim dari pesawat bertenaga turboprop ke tenaga turbofan seperti jenis P-8A Poseidon. Di samping Amerika Serikat sebagai negara produsen, P-8A yang berbasis pada pesawat Boeing B-737-800/900 juga telah dipesan oleh India. Sementara negeri di selatan Indonesia nampaknya tinggal tunggu soal waktu saja untuk menggantikan armada P-3C Orion-nya.
Pesawat P-8A yang dikategorikan sebagai MMA ---namun tetap menyandang kemampuan peperangan anti kapal selam--- dirancang untuk melaksanakan berbagai misi yang tidak terbatas di atas laut saja. Wahana terbang ini juga didesain untuk melaksanakan dukungan operasi pada satuan-satuan yang beroperasi di daratan. Oleh karena itu, mission equipment-nya tidak lagi sebatas untuk menghadapi ancaman pada domain maritim.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebaiknya tidak perlu ikut-ikutan jetisasi tersebut, sebab kebutuhan operasional pesawat maritimnya berbeda. Secara operasional, biaya penggunaan pesawat bertenaga turbofan lebih mahal daripada turboprop. Begitu pula dengan kebutuhan panjang landas pacu yang minimal berkisar sekitar 2.000 meter, sementara masih banyak landas pacu di Indonesia yang cuma 900 meter. Belum lagi ketidakmampuan pesawat itu terbang rendah di atas laut, khususnya sekitar 500 kaki.
Sesuai dengan kebutuhan saat ini dan ke depan, pesawat patroli maritim yang dibutuhkan oleh Indonesia masih tetap mengandalkan pada turboprop sebagai tenaga pendorongnya. Yang penting adalah adanya endurance yang lama, di samping mission equipment-nya memadai. Seperti ketersediaan MAD, ESM dan sonobouy.
Kini kecenderungan yang terjadi menyangkut pesawat patroli maritim adalah mulai beralihnya sebagian konsumen pesawat patroli maritim dari pesawat bertenaga turboprop ke tenaga turbofan seperti jenis P-8A Poseidon. Di samping Amerika Serikat sebagai negara produsen, P-8A yang berbasis pada pesawat Boeing B-737-800/900 juga telah dipesan oleh India. Sementara negeri di selatan Indonesia nampaknya tinggal tunggu soal waktu saja untuk menggantikan armada P-3C Orion-nya.
Pesawat P-8A yang dikategorikan sebagai MMA ---namun tetap menyandang kemampuan peperangan anti kapal selam--- dirancang untuk melaksanakan berbagai misi yang tidak terbatas di atas laut saja. Wahana terbang ini juga didesain untuk melaksanakan dukungan operasi pada satuan-satuan yang beroperasi di daratan. Oleh karena itu, mission equipment-nya tidak lagi sebatas untuk menghadapi ancaman pada domain maritim.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sebaiknya tidak perlu ikut-ikutan jetisasi tersebut, sebab kebutuhan operasional pesawat maritimnya berbeda. Secara operasional, biaya penggunaan pesawat bertenaga turbofan lebih mahal daripada turboprop. Begitu pula dengan kebutuhan panjang landas pacu yang minimal berkisar sekitar 2.000 meter, sementara masih banyak landas pacu di Indonesia yang cuma 900 meter. Belum lagi ketidakmampuan pesawat itu terbang rendah di atas laut, khususnya sekitar 500 kaki.
Sesuai dengan kebutuhan saat ini dan ke depan, pesawat patroli maritim yang dibutuhkan oleh Indonesia masih tetap mengandalkan pada turboprop sebagai tenaga pendorongnya. Yang penting adalah adanya endurance yang lama, di samping mission equipment-nya memadai. Seperti ketersediaan MAD, ESM dan sonobouy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar