All hands,
Konflik antar dua negara bersaudara di Semenanjung Korea sejak 1950 telah mempengaruhi postur Angkatan Laut masing-masing. Angkatan Laut Korea Utara sejak 1950 hingga saat ini posturnya adalah untuk pertahanan pantai dan sedikit proyeksi kekuatan. Untuk kepentingan pertahanan pantai, kekuatan laut negeri komunis itu mengembangkan berbagai jenis kapal patroli berukuran kecil, di samping mengembangkan kapal selam midget. Meskipun kecil, kapal-kapal itu dilengkapi dengan senjata yang mematikan.
Guna menghadapi ancaman tetangganya di utara, hingga 1970-an postur Angkatan Laut Korea Selatan berfokus pada pertahanan pantai. Kapal perang Korea Selatan mayoritas berukuran kecil dan sedang yang tidak dirancang untuk proyeksi kekuatan jauh dari wilayah negaranya. Sementara pengembangan kapal selam belum mendapat fokus sama sekali. Postur Angkatan Laut Korea Selatan baru mulai mengalami pergeseran pada 1980-an ketika galangan kapal negeri itu mulai bisa memproduksi kapal perang sendiri berukuran besar dan terus berlanjut pada era 1990-an. Misalnya kapal perusak kelas KDX dan generasi penerusnya yang kini terus dikembangkan. Pembuatan kapal selam lokal berdasarkan lisensi pun mulai dilaksanakan sejak tahun 1980-an.
Kini postur Angkatan Laut Korea Selatan telah bertransformasi menjadi kekuatan yang mampu diproyeksikan jauh dari wilayahnya, minimal di kawasan Asia Pasifik dan Samudera India. Sementara Korea Utara sebagai negeri yang gemar bertapa, postur kekuatan lautnya tidak berubah dari 1950-an sampai sekarang, yakni berfokus pada pertahanan pantai.
Pelajaran yang dapat ditarik dari perkembangan kekuatan laut di Semenanjung Korea adalah Korea Selatan tidak berfokus pada konflik berkepanjangan dengan saudaranya di utara dalam pembangunan Angkatan Lautnya. Tanpa mengabaikan bahwa Korea Utara masih merupakan ancaman nyata bagi eksistensinya, Korea Selatan membangun kekuatan laut yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan.
Ditarik dalam konteks Indonesia, pembangunan kekuatan laut Indonesia tidak boleh terikat pada kasus konflik di Laut Sulawesi semata. Konflik di perairan itu bisa dijadikan alasan pembangunan kekuatan Angkatan Laut, tetapi pembangunan yang dilakukan tidak boleh sebatas untuk menghadapi konflik di Laut Sulawesi untuk menghadapi Negeri Tukang Klaim.
Konflik antar dua negara bersaudara di Semenanjung Korea sejak 1950 telah mempengaruhi postur Angkatan Laut masing-masing. Angkatan Laut Korea Utara sejak 1950 hingga saat ini posturnya adalah untuk pertahanan pantai dan sedikit proyeksi kekuatan. Untuk kepentingan pertahanan pantai, kekuatan laut negeri komunis itu mengembangkan berbagai jenis kapal patroli berukuran kecil, di samping mengembangkan kapal selam midget. Meskipun kecil, kapal-kapal itu dilengkapi dengan senjata yang mematikan.
Guna menghadapi ancaman tetangganya di utara, hingga 1970-an postur Angkatan Laut Korea Selatan berfokus pada pertahanan pantai. Kapal perang Korea Selatan mayoritas berukuran kecil dan sedang yang tidak dirancang untuk proyeksi kekuatan jauh dari wilayah negaranya. Sementara pengembangan kapal selam belum mendapat fokus sama sekali. Postur Angkatan Laut Korea Selatan baru mulai mengalami pergeseran pada 1980-an ketika galangan kapal negeri itu mulai bisa memproduksi kapal perang sendiri berukuran besar dan terus berlanjut pada era 1990-an. Misalnya kapal perusak kelas KDX dan generasi penerusnya yang kini terus dikembangkan. Pembuatan kapal selam lokal berdasarkan lisensi pun mulai dilaksanakan sejak tahun 1980-an.
Kini postur Angkatan Laut Korea Selatan telah bertransformasi menjadi kekuatan yang mampu diproyeksikan jauh dari wilayahnya, minimal di kawasan Asia Pasifik dan Samudera India. Sementara Korea Utara sebagai negeri yang gemar bertapa, postur kekuatan lautnya tidak berubah dari 1950-an sampai sekarang, yakni berfokus pada pertahanan pantai.
Pelajaran yang dapat ditarik dari perkembangan kekuatan laut di Semenanjung Korea adalah Korea Selatan tidak berfokus pada konflik berkepanjangan dengan saudaranya di utara dalam pembangunan Angkatan Lautnya. Tanpa mengabaikan bahwa Korea Utara masih merupakan ancaman nyata bagi eksistensinya, Korea Selatan membangun kekuatan laut yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan.
Ditarik dalam konteks Indonesia, pembangunan kekuatan laut Indonesia tidak boleh terikat pada kasus konflik di Laut Sulawesi semata. Konflik di perairan itu bisa dijadikan alasan pembangunan kekuatan Angkatan Laut, tetapi pembangunan yang dilakukan tidak boleh sebatas untuk menghadapi konflik di Laut Sulawesi untuk menghadapi Negeri Tukang Klaim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar