All hands,
Dalam perencanaan kekuatan, harus ditetapkan berapa jumlah minimum kapal kombatan Angkatan Laut yang harus tersedia dalam suatu periode. Jumlah itu terkait dengan komitmen-komitmen Angkatan Laut, misalnya menggelar operasi rutin secara simultan di beberapa perairan dan menggelar operasi kontinjensi di perairan tertentu sesuai dengan tingkat ancaman. Apabila jumlah kapal kombatan yang tersedia kurang dari jumlah minimum yang telah ditetapkan, maka Angkatan Laut tidak dapat melaksanakan komitmennya, yang berarti kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim menjadi dipertaruhkan.
Pemerintah Inggris dalam Buku Putih Pertahanan 2004 menetapkan bahwa Royal Navy harus mempunyai jumlah kapal kombatan (atas air) minimal 25 buah. Jumlah itu merupakan penggabungan dari kapal perusak dan fregat. Dengan 25 buah kapal kombatan (atas air), Royal Navy didesain untuk mampu melaksanakan komitmen-komitmennya yang mengacu pada kepentingan nasional Inggris.
Hal ini yang belum ada di Indonesia. Pemerintah belum menetapkan berapa jumlah minimal kapal kombatan (atas air) yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut. Selain itu, belum ada penegasan apa saja komitmen-komitmen yang mengikat Angkatan Laut, sebab selama ini penentuan operasi diserahkan sepenuhnya kepada TNI. Komitmen-komitmen yang terkait Angkatan Laut sebenarnya ada yang mudah diidentifikasi, seperti patroli di Laut Sulawesi, di Selat Malaka dan di ketiga ALKI. Dapat dipastikan masih ada komitmen lainnya, misalnya patroli di perbatasan laut Indonesia-Australia dan Indonesia-Filipina.
Belum adanya penentuan berapa jumlah minimum kapal kombatan yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut negeri ini memperkuat tesis bahwa Angkatan Laut Indonesia kurang diperhatikan oleh pemerintahnya sendiri. Harus dipahami dengan betul bahwa penentuan jumlah minimum kapal kombatan merupakan ranah politik pertahanan, sehingga tidak dapat diserahkan kepada Angkatan Laut.
Dalam perencanaan kekuatan, harus ditetapkan berapa jumlah minimum kapal kombatan Angkatan Laut yang harus tersedia dalam suatu periode. Jumlah itu terkait dengan komitmen-komitmen Angkatan Laut, misalnya menggelar operasi rutin secara simultan di beberapa perairan dan menggelar operasi kontinjensi di perairan tertentu sesuai dengan tingkat ancaman. Apabila jumlah kapal kombatan yang tersedia kurang dari jumlah minimum yang telah ditetapkan, maka Angkatan Laut tidak dapat melaksanakan komitmennya, yang berarti kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim menjadi dipertaruhkan.
Pemerintah Inggris dalam Buku Putih Pertahanan 2004 menetapkan bahwa Royal Navy harus mempunyai jumlah kapal kombatan (atas air) minimal 25 buah. Jumlah itu merupakan penggabungan dari kapal perusak dan fregat. Dengan 25 buah kapal kombatan (atas air), Royal Navy didesain untuk mampu melaksanakan komitmen-komitmennya yang mengacu pada kepentingan nasional Inggris.
Hal ini yang belum ada di Indonesia. Pemerintah belum menetapkan berapa jumlah minimal kapal kombatan (atas air) yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut. Selain itu, belum ada penegasan apa saja komitmen-komitmen yang mengikat Angkatan Laut, sebab selama ini penentuan operasi diserahkan sepenuhnya kepada TNI. Komitmen-komitmen yang terkait Angkatan Laut sebenarnya ada yang mudah diidentifikasi, seperti patroli di Laut Sulawesi, di Selat Malaka dan di ketiga ALKI. Dapat dipastikan masih ada komitmen lainnya, misalnya patroli di perbatasan laut Indonesia-Australia dan Indonesia-Filipina.
Belum adanya penentuan berapa jumlah minimum kapal kombatan yang harus dipunyai oleh Angkatan Laut negeri ini memperkuat tesis bahwa Angkatan Laut Indonesia kurang diperhatikan oleh pemerintahnya sendiri. Harus dipahami dengan betul bahwa penentuan jumlah minimum kapal kombatan merupakan ranah politik pertahanan, sehingga tidak dapat diserahkan kepada Angkatan Laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar