All hands,
Melihat bentuk kerusakan pada bagian buritan ROKS Cheonan (PC-722), dapat dipastikan penyebabnya karena terkena torpedo. Torpedo yang mengenai kapal korvet Angkatan Laut Korea Selatan itu dipastikan meledak di bawah lunas kapal dan gelembung yang diciptakan dari ledakan itulah yang merusak struktur kapal pada bagian buritan. Itu adalah ciri torpedo masa kini yang tidak memerlukan impak pada sasaran dan ciri itu juga dimiliki oleh torpedo SUT yang digunakan oleh kapal selam kekuatan laut Indonesia.
Kalau kapal kelas Pohang itu terkena ranjau, kerusakan akan terjadi di sekitar antara haluan dan anjungan serta dipastikan ada lubang yang tercipta. Kerusakan di bagian itu tidak lepas dari sifat ranjau yang biasanya berada di dasar laut atau setidaknya mengapung. Aktifnya ranjau karena dirancang oleh sifat magnetik dari kapal perang yang melintas di atasnya. Lubang yang tercipta karena ranjau tidak akan membuat kapal perang tenggelam seketika, sebab dalam banyak kasus kapal yang terkena ranjau masih dapat mengapung.
Kasus ROKS Cheonan memperkuat tesis bahwa kemampuan peperangan anti kapal selam Korea Utara masih belum bagus. Terdapat ketidakseimbangan antara kemampuan peperangan kapal selam dengan peperangan anti kapal selam. Memang peperangan anti kapal selam bukan bisnis yang mudah, tetapi hal itu tidak berarti hal yang mustahil.
Tenggelamnya ROKS Cheonan dapat diduga karena para krunya tidak menyadari kehadiran kapal selam Korea Utara di sekitar mereka. Sebab kapal buatan 1989 ini dilengkapi dengan torpedo anti kapal selam, sehingga dapat dipastikan ROKS Cheonan (PC-722) mempunyai sonar.
Bagi Indonesia, kasus ini hendaknya memperkuat keyakinan dan kesadaran bahwa kapal selam masih menjadi senjata pamungkas Angkatan Laut di dunia. Yang paling utama harus yakin dan sadar adalah para pengambil keputusan politik soal pengadaan kapal selam baru, baik pemerintah maupun DPR. Ini tantangan utamanya, karena proses politik di negeri ini seringkali “di luar akal sehat”.
Melihat bentuk kerusakan pada bagian buritan ROKS Cheonan (PC-722), dapat dipastikan penyebabnya karena terkena torpedo. Torpedo yang mengenai kapal korvet Angkatan Laut Korea Selatan itu dipastikan meledak di bawah lunas kapal dan gelembung yang diciptakan dari ledakan itulah yang merusak struktur kapal pada bagian buritan. Itu adalah ciri torpedo masa kini yang tidak memerlukan impak pada sasaran dan ciri itu juga dimiliki oleh torpedo SUT yang digunakan oleh kapal selam kekuatan laut Indonesia.
Kalau kapal kelas Pohang itu terkena ranjau, kerusakan akan terjadi di sekitar antara haluan dan anjungan serta dipastikan ada lubang yang tercipta. Kerusakan di bagian itu tidak lepas dari sifat ranjau yang biasanya berada di dasar laut atau setidaknya mengapung. Aktifnya ranjau karena dirancang oleh sifat magnetik dari kapal perang yang melintas di atasnya. Lubang yang tercipta karena ranjau tidak akan membuat kapal perang tenggelam seketika, sebab dalam banyak kasus kapal yang terkena ranjau masih dapat mengapung.
Kasus ROKS Cheonan memperkuat tesis bahwa kemampuan peperangan anti kapal selam Korea Utara masih belum bagus. Terdapat ketidakseimbangan antara kemampuan peperangan kapal selam dengan peperangan anti kapal selam. Memang peperangan anti kapal selam bukan bisnis yang mudah, tetapi hal itu tidak berarti hal yang mustahil.
Tenggelamnya ROKS Cheonan dapat diduga karena para krunya tidak menyadari kehadiran kapal selam Korea Utara di sekitar mereka. Sebab kapal buatan 1989 ini dilengkapi dengan torpedo anti kapal selam, sehingga dapat dipastikan ROKS Cheonan (PC-722) mempunyai sonar.
Bagi Indonesia, kasus ini hendaknya memperkuat keyakinan dan kesadaran bahwa kapal selam masih menjadi senjata pamungkas Angkatan Laut di dunia. Yang paling utama harus yakin dan sadar adalah para pengambil keputusan politik soal pengadaan kapal selam baru, baik pemerintah maupun DPR. Ini tantangan utamanya, karena proses politik di negeri ini seringkali “di luar akal sehat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar