All hands,
Rudal anti kapal merupakan salah satu senjata anti akses yang diperhitungkan oleh negara-negara maju yang memiliki global projection navy. Selain membatasi lewat Missile Technology Control Regime (MTCR) dan end use certificate, cara lainnya untuk mengendalikan senjata itu di tangan negara-negara berkembang adalah melalui expired date rudal-rudal itu. Yang dimaksud expire date adalah propelannya, yang mana bila melewati expire date maka propelan itu nggak akan berfungsi lagi. Akibatnya ketika ditembakkan, rudal nggak akan meluncur dari peluncurnya. Kasus itu pernah terjadi di hadapan Presiden RI sekitar 4 atau 5 tahun lalu, ketika saksikan latihan uji coba penembakan senjata strategis di sekitar perairan Selat Sunda-Samudera India.
Bayangkan, expire date rudal sejenis yang kita punya semuanya di set sama oleh pabrikan. Gimana kita nggak kelabakan. Artinya puluhan rudal yang belum pernah dipakai jadi benda nggak berguna di arsenal dan mungkin tinggal tunggu waktu untuk dijadikan monumen atau masuk museum. Itulah salah satu cara negara-negara produsen senjata kendalikan kita dan seringkali kita nggak sadar soal itu.
Lalu ke depannya seperti apa? Menurut saya ada beberapa solusi untuk itu. Pertama, kita harus negosiasi dengan produsen agar dalam satu jenis rudal yang sama, expire date-nya nggak sama. Nggak mudah memang karena dalam kenyataannya produsen tetap saja jadi raja, tapi kita harus lakukan itu.
Kedua, faktor perencanaan. Secara teoritis, dalam perencanaan kita mempunyai daftar alutsista lengkap dengan kapan sistem senjatanya, khususnya rudal, akan memasuki expire date. Idealnya adalah ketika expire date masih sekitar tiga tahun lagi, kita sudah merancang pengadaan rudal baru. Kalau kita menganut perencanaan jangka pendek per lima tahun, maka daftar rudal yang akan expire date lima dalam jangka lima tahun ke depan kan kita bisa identifikasi. Sehingga kita bisa ancang-ancang beli rudal baru, termasuk siapkan anggarannya.
Sepanjang pengetahuan saya, kita dalam faktor perencanaan tergolong lemah selama ini. Sebenarnya kita sudah tahu senjata atau kapal apa saja yang akan segera memasuki fase pensiun setelah berdinas selama 30 tahun atau lebih. Tapi entah mengapa dalam perencanaan kita, soal-soal seperti itu sepertinya luput dari perhatian. Sering kita lebih prioritaskan pengadaan jenis kapal perang baru yang sebenarnya kehadirannya bisa ditunda hingga beberapa tahun ke depan daripada segera cari pengganti jenis kapal perang, khususnya korvet dan fregat, yang akan segera memasuki usia 30 tahun atau lebih.
Dari kondisi itu, seringkali kita curhat yang intinya kok kita nggak tahu sih kebutuhan kita sendiri? Itulah penyakit yang masih hingga kita yang berada di lingkungan militer. Celaka kan kalau kita yang mengklaim diri paling tahu soal domain militer, khususnya domain AL, justru nggak tahu kebutuhan sendiri.
Rudal anti kapal merupakan salah satu senjata anti akses yang diperhitungkan oleh negara-negara maju yang memiliki global projection navy. Selain membatasi lewat Missile Technology Control Regime (MTCR) dan end use certificate, cara lainnya untuk mengendalikan senjata itu di tangan negara-negara berkembang adalah melalui expired date rudal-rudal itu. Yang dimaksud expire date adalah propelannya, yang mana bila melewati expire date maka propelan itu nggak akan berfungsi lagi. Akibatnya ketika ditembakkan, rudal nggak akan meluncur dari peluncurnya. Kasus itu pernah terjadi di hadapan Presiden RI sekitar 4 atau 5 tahun lalu, ketika saksikan latihan uji coba penembakan senjata strategis di sekitar perairan Selat Sunda-Samudera India.
Bayangkan, expire date rudal sejenis yang kita punya semuanya di set sama oleh pabrikan. Gimana kita nggak kelabakan. Artinya puluhan rudal yang belum pernah dipakai jadi benda nggak berguna di arsenal dan mungkin tinggal tunggu waktu untuk dijadikan monumen atau masuk museum. Itulah salah satu cara negara-negara produsen senjata kendalikan kita dan seringkali kita nggak sadar soal itu.
Lalu ke depannya seperti apa? Menurut saya ada beberapa solusi untuk itu. Pertama, kita harus negosiasi dengan produsen agar dalam satu jenis rudal yang sama, expire date-nya nggak sama. Nggak mudah memang karena dalam kenyataannya produsen tetap saja jadi raja, tapi kita harus lakukan itu.
Kedua, faktor perencanaan. Secara teoritis, dalam perencanaan kita mempunyai daftar alutsista lengkap dengan kapan sistem senjatanya, khususnya rudal, akan memasuki expire date. Idealnya adalah ketika expire date masih sekitar tiga tahun lagi, kita sudah merancang pengadaan rudal baru. Kalau kita menganut perencanaan jangka pendek per lima tahun, maka daftar rudal yang akan expire date lima dalam jangka lima tahun ke depan kan kita bisa identifikasi. Sehingga kita bisa ancang-ancang beli rudal baru, termasuk siapkan anggarannya.
Sepanjang pengetahuan saya, kita dalam faktor perencanaan tergolong lemah selama ini. Sebenarnya kita sudah tahu senjata atau kapal apa saja yang akan segera memasuki fase pensiun setelah berdinas selama 30 tahun atau lebih. Tapi entah mengapa dalam perencanaan kita, soal-soal seperti itu sepertinya luput dari perhatian. Sering kita lebih prioritaskan pengadaan jenis kapal perang baru yang sebenarnya kehadirannya bisa ditunda hingga beberapa tahun ke depan daripada segera cari pengganti jenis kapal perang, khususnya korvet dan fregat, yang akan segera memasuki usia 30 tahun atau lebih.
Dari kondisi itu, seringkali kita curhat yang intinya kok kita nggak tahu sih kebutuhan kita sendiri? Itulah penyakit yang masih hingga kita yang berada di lingkungan militer. Celaka kan kalau kita yang mengklaim diri paling tahu soal domain militer, khususnya domain AL, justru nggak tahu kebutuhan sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar