All hands,
Saat ini pemerintah Australia tengah melakukan penyusunan Buku Putih Pertahanan sebagai pengganti dari dokumen Defence 2000: Our Future Defence Force serupa yang terbit pada tahun 2000 di masa PM John Howard. Penyusunan dilakukan karena Buku Putih lama dinilai tidak merespons perkembangan terkini di Timor Timur, Kepulauan Solomon, perang di Irak yang berlangsung di tengah kebangkitan India dan Cina. Dalam proses penyusunan, Menteri Pertahanan Joel Fitzgibbon melaksanakan konsultasi publik secara luas, termasuk dengan pihak Amerika Serikat. Minggu lalu Fitzgibbon berkunjung ke Washington untuk bertemu dengan mitranya Robert Gates dan juga memberikan pidato di The Brooking Institution soal kebijakan pertahanan Australia.
Bersamaan dengan penyusunan Buku Putih itu, pada 4 Juli 2008 mantan Kepala Staf AD Australia yang baru saja pensiun Letnan Jenderal Peter Leahy mengusulkan penambahan perkuatan personel AD guna merespon tantangan-tantangan keamanan. Usulan Leahy sebenarnya bukan hal baru, karena doktrin keamanan nasional Australia menegaskan bahwa tantangan terhadap keamanannya harus dicegah jauh sebelum mencapai wilayah Australia. Oleh sebab itu, apa pun Partai yang memimpin Australia, kepentingan utamanya tetap sama yaitu secure Australia in secure region.
Hal ini merupakan penjelasan mengapa sang Kangguru gemar menyebarkan kekuatan militernya hingga ke Irak dan Afghanistan, selain ke Timor Timur dan Kepulauan Solomon. Meskipun kini di era PM Kevin Rudd Australia telah menarik pasukannya dari Irak pada Juni 2008, tetapi hal itu tidak mengurangi komitmen negeri itu sebagai sekutu Amerika Serikat.
Karena tingginya keterlibatan AD Australia di Afghanistan, Irak, Timor Timur dan Solomon Islands yang mencapai 4 ribu personel, AD mengalami kekurangan personel karena tingginya tingkat rotasi pasukan. Kekuatan AD Australia menurut data resmi dari Kementerian Pertahanannya adalah 27.461 dan didukung oleh Cadangan AD sebesar 16 ribu personel. Sepintas lalu kekuatan Cadangan AD besar, tetapi kita harus ingat bahwa 16 ribu itu kan tidak semuanya bertugas di satuan tempur.
Karena merasa kekurangan, dalam Defence Update 2007 yang disusun oleh pemerintahan PM Howard, telah digariskan penambahan satu atau dua batalyon AD dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu untuk merespon ketidakpastian keamanan, bukan saja di Afghanistan dan Timor, tetapi juga di wilayah lain seperti Papua, Fiji dan juga Timur Tengah. Jadi, gagasan dari Jenderal Leahy sebenarnya bukan hal baru karena dia masih mengacu pada Defence Update 2007.
Terus apa implikasinya bagi Indonesia? Menurut saya, yang harus diantisipasi situasi politik di Papua dan kawasan Indonesia Timur lainnya yang merupakan wilayah kepentingan Australia. Kalau di wilayah itu bergolak, most possibly Australia akan sebarkan pasukannya untuk stabilkan situasi. Perlu diketahui bahwa militer Australia kini sudah menjadi expeditionary forces, termasuk AL di dalamnya.
Saat ini pemerintah Australia tengah melakukan penyusunan Buku Putih Pertahanan sebagai pengganti dari dokumen Defence 2000: Our Future Defence Force serupa yang terbit pada tahun 2000 di masa PM John Howard. Penyusunan dilakukan karena Buku Putih lama dinilai tidak merespons perkembangan terkini di Timor Timur, Kepulauan Solomon, perang di Irak yang berlangsung di tengah kebangkitan India dan Cina. Dalam proses penyusunan, Menteri Pertahanan Joel Fitzgibbon melaksanakan konsultasi publik secara luas, termasuk dengan pihak Amerika Serikat. Minggu lalu Fitzgibbon berkunjung ke Washington untuk bertemu dengan mitranya Robert Gates dan juga memberikan pidato di The Brooking Institution soal kebijakan pertahanan Australia.
Bersamaan dengan penyusunan Buku Putih itu, pada 4 Juli 2008 mantan Kepala Staf AD Australia yang baru saja pensiun Letnan Jenderal Peter Leahy mengusulkan penambahan perkuatan personel AD guna merespon tantangan-tantangan keamanan. Usulan Leahy sebenarnya bukan hal baru, karena doktrin keamanan nasional Australia menegaskan bahwa tantangan terhadap keamanannya harus dicegah jauh sebelum mencapai wilayah Australia. Oleh sebab itu, apa pun Partai yang memimpin Australia, kepentingan utamanya tetap sama yaitu secure Australia in secure region.
Hal ini merupakan penjelasan mengapa sang Kangguru gemar menyebarkan kekuatan militernya hingga ke Irak dan Afghanistan, selain ke Timor Timur dan Kepulauan Solomon. Meskipun kini di era PM Kevin Rudd Australia telah menarik pasukannya dari Irak pada Juni 2008, tetapi hal itu tidak mengurangi komitmen negeri itu sebagai sekutu Amerika Serikat.
Karena tingginya keterlibatan AD Australia di Afghanistan, Irak, Timor Timur dan Solomon Islands yang mencapai 4 ribu personel, AD mengalami kekurangan personel karena tingginya tingkat rotasi pasukan. Kekuatan AD Australia menurut data resmi dari Kementerian Pertahanannya adalah 27.461 dan didukung oleh Cadangan AD sebesar 16 ribu personel. Sepintas lalu kekuatan Cadangan AD besar, tetapi kita harus ingat bahwa 16 ribu itu kan tidak semuanya bertugas di satuan tempur.
Karena merasa kekurangan, dalam Defence Update 2007 yang disusun oleh pemerintahan PM Howard, telah digariskan penambahan satu atau dua batalyon AD dalam beberapa tahun ke depan. Hal itu untuk merespon ketidakpastian keamanan, bukan saja di Afghanistan dan Timor, tetapi juga di wilayah lain seperti Papua, Fiji dan juga Timur Tengah. Jadi, gagasan dari Jenderal Leahy sebenarnya bukan hal baru karena dia masih mengacu pada Defence Update 2007.
Terus apa implikasinya bagi Indonesia? Menurut saya, yang harus diantisipasi situasi politik di Papua dan kawasan Indonesia Timur lainnya yang merupakan wilayah kepentingan Australia. Kalau di wilayah itu bergolak, most possibly Australia akan sebarkan pasukannya untuk stabilkan situasi. Perlu diketahui bahwa militer Australia kini sudah menjadi expeditionary forces, termasuk AL di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar