28 Juli 2008

Proyeksi Kekuatan Vs Strategi Anti Akses

All hands,
Terdapat beberapa skenario kompetisi militer, dalam hal ini antar Angkatan Laut dan kekuatan maritim, di masa kini dan masa depan yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Salah satunya adalah proyeksi kekuatan vs strategi anti akses. Skenario ini memang menarik untuk dikaji, karena tingkat kebenarannya di atas 95 persen.
Sebagai kekuatan global, U.S. Navy akan diproyeksikan ke seluruh dunia guna mengamankan kepentingan nasional Amerika Serikat. Negara-negara yang berseberangan dengan Amerika Serikat sadar bahwa Angkatan Laut mereka nggak akan mampu tandingi U.S. Navy secara simetris. Oleh sebab itu, dikembangkanlah strategi peperangan asimetris, salah satunya adalah strategi anti akses.
Memperhatikan kecenderungan yang berkembang saat ini, Cina, Iran dan Venezuela adalah negeri-negeri yang tengah kembangkan strategi anti akses. Kalau Cina dan Iran, nggak aneh buat kita. Venezuela baru mengembangkan, di mana dia rencana beli beberapa kapal selam kelas Kilo dari Rusia. Presiden Hugo Chavez kan musuhnya Amerika Serikat, meskipun dia tetap jual minyaknya ke Washington.
Aktivasi kembali Armada Keempat Amerika Serikat yang area of responsibility-nya di Atlantik Selatan pada awal Juli 2008 makin menguatkan rencana Venezuela untuk strategi anti akses. Kita sama-sama tahu bahwa kapal selam kelas Kilo merupakan kapal selam yang paling senyap di kelas diesel elektrik dan mampu dipersenjatai dengan rudal anti kapal. Dengan kemampuannya, saya nggak ragu Kilo mampu memberikan pukulan terhadap armada U.S. Navy seandainya terjadi konflik terbuka.
Sementara U.S. Navy saat ini masih berkutat bagaimana memperbaiki kemampuan anti kapal selam-nya (AKS). Setelah Soviet runtuh, ternyata kemampuan AKS U.S. Navy menurun. Mungkin karena nggak ada musuh kali, jadi dorongan untuk terus meningkatkan kemampuan jadi berkurang.
Kondisi yang demikian hendaknya mendorong kita di Indonesia untuk mengembangkan kemampuan AL asimetris, salah satunya strategi anti akses. Hanya dengan cara itu AL kita akan diperhitungkan oleh pihak lain.
Kita sulit untuk melakukan pembangunan kekuatan secara besar-besaran, selama anggaran pertahanan kita masih campurkan antara gaji dan biaya rutin dengan anggaran pembangunan. Kita sulit membangun kekuatan laut selama pemerintah masih memandang sebelah mata sama AL. Kita sulit mengembangkan kekuatan laut selama pengambil keputusan di Lapangan Banteng masih anak cucu Mafia Barkeley.
Lalu bagaimana dengan aspirasi agar AL kita dalam 20-25 ke depan juga bisa jadi medium regional force projection navy? Aspirasi itu tetap ada dan sangat mungkin diwujudkan, asalkan didukung oleh kebijakan luar negeri yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Adanya undangan dari Jerman agar AL kita berpartisipasi dalam UNIFIL Maritime Task Force menunjukkan bahwa orang lain melihat AL kita mempunyai potensi untuk diproyeksikan ke luar wilayah. Yang membedakan adalah AL kita proyeksi kekuatan bukan untuk cari perkara dengan pihak lain seperti kelakuan U.S. Navy. Jadi kita nggak perlu takut strategi anti akses seandainya suatu ketika nanti AL kita diproyeksikan keluar wilayah kedaulatan.

Tidak ada komentar: