All hands,
Kita sudah sama-sama paham bahwa Amerika Serikat selalu pakai standar ganda dalam hubungannya dengan negara atau pihak lain. Begitu pula dalam soal maritim. Dalam beberapa waktu terakhir, saya melihat adanya kecenderungan Washington manfaatkan IMO dan lembaga PBB yang terkait hukum laut internasional untuk kepentingannya. Ini sebuah preseden baru, sebab di masa lalu uwak Sam sepertinya nggak terlalu anggap penting lembaga-lembaga itu.
Hasilnya bisa kita lihat dari terbitnya resolusi Dewan Keamanan PBB S/Res/1816 (2008) soal keamanan maritim di Somalia. Contoh lainnya adalah di sidang Grup Hukum Laut Internasional PBB minggu lalu. Di sidang itu, Amerika Serikat menaikkan isu PSI dengan menanyakan sikap negara-negara lain yang selama ini tidak setuju dengan PSI, termasuk Indonesia.
Padahal kita sama-sama tahu, UNCLOS memiliki beberapa pasal yang secara prinsipil bertentangan dengan PSI. Kok Washington mau paksa pihak lain agar langgar PSI? Itulah kepentingan politik, yang pasti dan senantiasa abaikan hukum internasional. Artinya, kekuatan militer dapat dan mungkin akan selalu kalahkan hukum internasional. Kan nggak ada sanksi pidananya bila suatu negara langgar hukum internasional. Ha..ha..ha..
So...pesan yang ingin disampaikan di sini adalah kita harus jeli dan hati-hati dengan langkah-langkah Amerika Serikat gandeng lembaga internasional bidang maritim untuk kepentingan dia. Kita masih punya isu ALKI Timur-Barat, PSI, keamanan maritim (khususnya di Selat Malaka) yang berpotensi dibawa ke lembaga internasional oleh om Sam. Saya ulangi, potensi!!!
Maksudnya, walaupun baru pada tingkat potensi tetapi kita harus tetap waspada. Kita harus ingat bahwa daya tawar kita terhadap Amerika Serikat nggak banyak. Salah satu daya tawar adalah perairan kita. Cuma masalahnya apakah kita bisa eksploitasi itu?
Om Sam yang selama ini kurang anggap AL kita sekarang mulai lain. Dia mulai cermati bangkuat AL kita, khususnya kerjasama dengan Cina. Dua FPB-57 kita sudah dipersenjatai rudal C-802 buatan Cina, dua KRI lagi menyusul. Itu bikin Washington nggak nyaman, walaupun C-802 bukan senjata canggih-canggih amat.
Bagi dia, adanya C-802 berarti kembali tingkatkan kemampuan anti akses Indonesia. Sebelumnya kan menurun karena rudal Harpoon expired. Exocet juga begitu. Kalau kerjasama militer kita dengan Cina terus meningkat, mungkin dia akan pukul di bidang lain.
Dulu waktu kita mau kerjasama dengan Rusia dan sebuah negeri lain, dia pukul dengan pergantian pimpinan AL. Adalah hak kita untuk kerjasama dengan siapa pun untuk bangun AL. Namun ada baiknya itu dilakukan dengan hati-hati, agar bangkuat kita tidak mengalami kemunduran karena tekanan eksternal yang bersifat invisible. Bukan keinginan kita untuk menyaksikan bangkuat kita jalan di tempat.
Kita sudah sama-sama paham bahwa Amerika Serikat selalu pakai standar ganda dalam hubungannya dengan negara atau pihak lain. Begitu pula dalam soal maritim. Dalam beberapa waktu terakhir, saya melihat adanya kecenderungan Washington manfaatkan IMO dan lembaga PBB yang terkait hukum laut internasional untuk kepentingannya. Ini sebuah preseden baru, sebab di masa lalu uwak Sam sepertinya nggak terlalu anggap penting lembaga-lembaga itu.
Hasilnya bisa kita lihat dari terbitnya resolusi Dewan Keamanan PBB S/Res/1816 (2008) soal keamanan maritim di Somalia. Contoh lainnya adalah di sidang Grup Hukum Laut Internasional PBB minggu lalu. Di sidang itu, Amerika Serikat menaikkan isu PSI dengan menanyakan sikap negara-negara lain yang selama ini tidak setuju dengan PSI, termasuk Indonesia.
Padahal kita sama-sama tahu, UNCLOS memiliki beberapa pasal yang secara prinsipil bertentangan dengan PSI. Kok Washington mau paksa pihak lain agar langgar PSI? Itulah kepentingan politik, yang pasti dan senantiasa abaikan hukum internasional. Artinya, kekuatan militer dapat dan mungkin akan selalu kalahkan hukum internasional. Kan nggak ada sanksi pidananya bila suatu negara langgar hukum internasional. Ha..ha..ha..
So...pesan yang ingin disampaikan di sini adalah kita harus jeli dan hati-hati dengan langkah-langkah Amerika Serikat gandeng lembaga internasional bidang maritim untuk kepentingan dia. Kita masih punya isu ALKI Timur-Barat, PSI, keamanan maritim (khususnya di Selat Malaka) yang berpotensi dibawa ke lembaga internasional oleh om Sam. Saya ulangi, potensi!!!
Maksudnya, walaupun baru pada tingkat potensi tetapi kita harus tetap waspada. Kita harus ingat bahwa daya tawar kita terhadap Amerika Serikat nggak banyak. Salah satu daya tawar adalah perairan kita. Cuma masalahnya apakah kita bisa eksploitasi itu?
Om Sam yang selama ini kurang anggap AL kita sekarang mulai lain. Dia mulai cermati bangkuat AL kita, khususnya kerjasama dengan Cina. Dua FPB-57 kita sudah dipersenjatai rudal C-802 buatan Cina, dua KRI lagi menyusul. Itu bikin Washington nggak nyaman, walaupun C-802 bukan senjata canggih-canggih amat.
Bagi dia, adanya C-802 berarti kembali tingkatkan kemampuan anti akses Indonesia. Sebelumnya kan menurun karena rudal Harpoon expired. Exocet juga begitu. Kalau kerjasama militer kita dengan Cina terus meningkat, mungkin dia akan pukul di bidang lain.
Dulu waktu kita mau kerjasama dengan Rusia dan sebuah negeri lain, dia pukul dengan pergantian pimpinan AL. Adalah hak kita untuk kerjasama dengan siapa pun untuk bangun AL. Namun ada baiknya itu dilakukan dengan hati-hati, agar bangkuat kita tidak mengalami kemunduran karena tekanan eksternal yang bersifat invisible. Bukan keinginan kita untuk menyaksikan bangkuat kita jalan di tempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar