All hands,
Setelah melalui proses yang panjang sejak hampir tiga tahun lalu, akhirnya keinginan AL untuk memperoleh rudal Yakhont terwujud juga. Indonesia sudah menandantangani pengadaan rudal anti kapal yang mampu menjangkau sasaran sekitar 300 km dan kini tinggal menyelesaikan proses delivery dan pemasangan. Sesuai dengan rencana, rudal anti kapal permukaan buatan NPO Mashinostroyeniya Rusia itu akan dipasang di KRI kelas Van Speijk.
Pengadaan rudal Yakhont merupakan kemajuan bagi AL sekaligus yang pertama di kawasan Asia Tenggara. Selama ini rudal yang pernah kita operasikan jarak jangkaunya paling jauh sekitar 150 km, misalnya Harpoon. Dengan punya Yakhont, sedikit banyak pihak lain akan berpikir.
Pengadaan itu sekaligus makin menegaskan bahwa kita makin menjauh dari Amerika Serikat dan Barat dalam pengadaan rudal, karena sebelumnya kita juga telah beli rudal C-802 buatan Cina yang dipasang di KRI kelas FPB-57. Setelah dua KRI FPB-57 sukses dipasang C-802, saat ini menyusul dua KRI lagi yang akan dipasang senjata serupa.
Cuma untuk Yakhont, perlu kita pertimbangkan untuk imbangi dengan sistem sensing yang memadai. Dengan jarak jangkau 300 km, kita harus memiliki sistem sensing dengan jarak segitu juga, bahkan lebih. Pertanyaannya, adakah radar demikian di pasaran? Itu kan tergolong over the horizon radar (OTHR). Negara-negara maju yang mengoperasikan rudal sejenis atau bahkan dengan jarak yang lebih jauh, biasanya mengandalkan pada satelit militer untuk kemampuan sensing unsur AL-nya.
Pilihan lainnya adalah mengandalkan pada target reporting unit untuk memperpanjang jangkauan sensing kapal perang yang bawa Yakhont. Dalam konteks AL, target reporting unit-nya bisa berupa pesawat udara ataupun kapal selam. Kalau pesawat udara, sepertinya saat ini aset pesawat udara kita di Pusnerbal belum ada yang sepenuhnya mampu bantu Yakhont. Pesawat udara kita endurance-nya pendek, baik itu heli maupun pesawat sayap tetap.
Sadar atau tidak, soal Nomad kita memang dari awal dikerjain oleh Australia. Nomad itu kan pesawat gagal, kata para penerbang itu widow maker. Endurance-nya pendek, sehingga dia nggak bisa terbang jauh-jauh dari pangkalan terdekat. Untuk heli, sama juga. Heli kita yang paling besar kan cuma Bell-412. Kebanyakan heli itu BO-105 yang endurance-nya lebih pendek daripada Bell-412. Yang kadang di-attach di KRI kan BO-105, karena ukuran geladak kapal perang kita yang kelas korvet dan fregat memang cuma bisa untuk heli jenis itu. Kalau Bell, bisanya cuma di kapal LPD dan LST asal Korea Selatan.
Artinya, satu-satunya target reporting unit yang bisa kita andalkan saat ini untuk dukung Yakhont cuma kapal selam. Pekerjaan rumah bagi kita adalah perbanyak unsur yang mampu jadi target reporting unit atau pengadaan radar OTHR. Itu harus kita masukkan dalam postur AL yang saat ini akan segera disusun.
Setelah melalui proses yang panjang sejak hampir tiga tahun lalu, akhirnya keinginan AL untuk memperoleh rudal Yakhont terwujud juga. Indonesia sudah menandantangani pengadaan rudal anti kapal yang mampu menjangkau sasaran sekitar 300 km dan kini tinggal menyelesaikan proses delivery dan pemasangan. Sesuai dengan rencana, rudal anti kapal permukaan buatan NPO Mashinostroyeniya Rusia itu akan dipasang di KRI kelas Van Speijk.
Pengadaan rudal Yakhont merupakan kemajuan bagi AL sekaligus yang pertama di kawasan Asia Tenggara. Selama ini rudal yang pernah kita operasikan jarak jangkaunya paling jauh sekitar 150 km, misalnya Harpoon. Dengan punya Yakhont, sedikit banyak pihak lain akan berpikir.
Pengadaan itu sekaligus makin menegaskan bahwa kita makin menjauh dari Amerika Serikat dan Barat dalam pengadaan rudal, karena sebelumnya kita juga telah beli rudal C-802 buatan Cina yang dipasang di KRI kelas FPB-57. Setelah dua KRI FPB-57 sukses dipasang C-802, saat ini menyusul dua KRI lagi yang akan dipasang senjata serupa.
Cuma untuk Yakhont, perlu kita pertimbangkan untuk imbangi dengan sistem sensing yang memadai. Dengan jarak jangkau 300 km, kita harus memiliki sistem sensing dengan jarak segitu juga, bahkan lebih. Pertanyaannya, adakah radar demikian di pasaran? Itu kan tergolong over the horizon radar (OTHR). Negara-negara maju yang mengoperasikan rudal sejenis atau bahkan dengan jarak yang lebih jauh, biasanya mengandalkan pada satelit militer untuk kemampuan sensing unsur AL-nya.
Pilihan lainnya adalah mengandalkan pada target reporting unit untuk memperpanjang jangkauan sensing kapal perang yang bawa Yakhont. Dalam konteks AL, target reporting unit-nya bisa berupa pesawat udara ataupun kapal selam. Kalau pesawat udara, sepertinya saat ini aset pesawat udara kita di Pusnerbal belum ada yang sepenuhnya mampu bantu Yakhont. Pesawat udara kita endurance-nya pendek, baik itu heli maupun pesawat sayap tetap.
Sadar atau tidak, soal Nomad kita memang dari awal dikerjain oleh Australia. Nomad itu kan pesawat gagal, kata para penerbang itu widow maker. Endurance-nya pendek, sehingga dia nggak bisa terbang jauh-jauh dari pangkalan terdekat. Untuk heli, sama juga. Heli kita yang paling besar kan cuma Bell-412. Kebanyakan heli itu BO-105 yang endurance-nya lebih pendek daripada Bell-412. Yang kadang di-attach di KRI kan BO-105, karena ukuran geladak kapal perang kita yang kelas korvet dan fregat memang cuma bisa untuk heli jenis itu. Kalau Bell, bisanya cuma di kapal LPD dan LST asal Korea Selatan.
Artinya, satu-satunya target reporting unit yang bisa kita andalkan saat ini untuk dukung Yakhont cuma kapal selam. Pekerjaan rumah bagi kita adalah perbanyak unsur yang mampu jadi target reporting unit atau pengadaan radar OTHR. Itu harus kita masukkan dalam postur AL yang saat ini akan segera disusun.
8 komentar:
Harus begitu Dan, !! Maksudnya kita hrs brn bikin terobosan beli senjata yg mumpuni.Yakont sy kira pas bwt TNI-AL
Soal targeting syst, harus jg dicari terobosan lain , jgn mengandalkan hely/pswt yg ada,
Kalo sejenis CN-212 atw 235 memadai gak dr sisi taktisnya ?
Ada informasi lain ga , ndan...?
Mengenai berapa unit kita adop Yakhont dan kejelasan mengenai pengadaan KILO dan Stereguschy Corvette..?
Ndan, kalau bisa mampir di KasKus di bagian Politik, terus Join ke Militer Sub Thread. Di sana ada beratus2 anak bangsa dari seluruh pelosok dunia membahas kepentingan dan Alutsista Militer kita....
Barangkali info dari komandan di tunggu2 di sana....
Jalesu Bhumyamcha Jayamahe !!!
Soal jumlah Yakhont,baru satu ship set.Kalau puas,bisa tambah lagi. Kilo masih penuh perjuangan,karena ada tekanan beli Changbogo atau U-209. Biasa,Washington kurang suka Rusia ada pijakan di Asia Tenggara. Cara paling aman U-209, daripada beli Changbogo yang jaminan mutunya nggak jelas,combat proven-nya juga nggak ada.Masak kita jadi kelinci percobaan Korea. Sejak kapan kita ketemu keperkasaan kapal selam Korea dalam konflik di dunia?
Korvet Stereguschy baru sebatas wacana.Masih harus dicarikan sumber pendanaannya.
Alhamdulillah, jadi juga yankhont dibeli..
Biar pun dipasang di kapal yg dah uzur yg penting equipmentnya menggetarkan lawan.
Singpur boleh punya formid class, malingsia punya Kedah tapi kalo yg diadepin yankhont ape gak mikir2 mereka.
JALES VEVA JAYA MAHE
btw, apakah yakhont sudah positif terpasang di salah kapal kita karena saya belum mendengar beritanya. mohon informasinya Dan
Sebentarn lagi Rudal Yakhont akan di ujicoba untuk ditembkkan....
What a relieve! After such a long negotiation, finally Indonesia Navy acquire Yakhont missiles in its arsenal. Such powerful and deadly missile as Yakhonts really add striking capabilities of Indonesian Navy against constant (yet quiet)threats from Malaysia and Singapore. Remember, the missile not only can strike and destroy surface objects such as navy ships but reach and strike mainland Malaysia and Singapore as well. Bravo Indonesian Navy! We, Indonesian people, are proud of You
Posting Komentar